Pikiran kusut perlahan berurai, mengalir dalam deretan kata-kata seperti derai hujan yang baru saja turun tiada waktu jeda. Perlahan kata beralih kalimat membentuk makna, laksana sejuk air hujan penuh arti tanah lapang yang mulai kerontang.
Langkah beralih pergi menjauh, menemui dia yang terkapar di pinggiran jalan. Lamunan bagai kabut pagi buta di musim gemetar. Memelukmu di balik bayang, menanti datangmu mungkin cuma dalam mimpi.
Seperti itulah mata memerah, basah oleh air mata. Entah sedih, entah rindu. Entahlah. Yang jelas, jarak kabur oleh kenangan. Rindu menggunung hingga puncak getar.
Embun masih basah. Belum mencair oleh kecupan semilir pagi. Malam masih pekat. Jiwa masih bergetar. Entahlah.
Dari balik jendela, semburat senyum pagi belum sempurna. Masih samar-samar. Mimpi indah masih menemani lelap tidur panjang.
Kunanti kau di sini. Samar-samar dari balik jendela. Air hujan kaburkan pandangan. Jarak tak tentu, entah dekat entah kilometer jauhnya.
Jatuh sudah malam hari. Kau kunanti. Di sini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H