Lihat ke Halaman Asli

Kens Hady

Seorang yang biasa, yang kadang suka menulis

Adu Kuat Jokowi dan Mega (Pecah Kongsi?)

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422574290401120882

[caption id="attachment_393967" align="aligncenter" width="150" caption="liputan6.com"][/caption]

Suasana politik di negeri ini masih saja carut marut. Semua mengaku baik dan bertujuan demi kebaikan bangsa ini. Jika selama ini pengusulan BG sebagai calon tunggal Kapolri dikabarkan bahwa itu rekomendasi Megawati, pertanyaannya kenapa Megawati ngotot mengharuskan BG sebagai Kapolri? Padahal jelas jelas BG saat direkomendasikan jadi menteritelah diberi stabile merah

Memandang ataupun menyimak apa yang terjadi dalam dunia politik, kita tidak bisa melihat secara telanjang. Karena satu langkah politik itu bisa bermakna ganda bahkan lebih. Terlihat dari situasi yang terbangun. Masyarakat sudah berasumsi bahwa Jokowi adalah boneka Megawati dan Surya Paloh. Memang sulit dipungkiri hal tersebut. Sebagai ketua umum partai pendukung penuh Jokowi mereka tetaplah merasa “berkuasa” karena tanpa mereka tidak mungkin Jokowi akan maju. Dan sebagai manusia, Jokowi sangatlah lumrah “terkekang” oleh pertolongan mereka. Dan keberhasilan mengusung Jokowi tentu saja mempunyai tujuan tertentu. Yang tahu adalah Tuhan dan yang bersangkutan. Kita hanya bisa menebak dan mengira.

Kembali kepada Megawati. Kenapakah Megawati diam saja melihat situasi yang sedang membara ini? Tentu saja dia sedang wait and see. Menunggu dan melihat apa yang terjadi. Bila selama ini dia sukses mengantar Jokowi jadi presiden, sepertinya sekarang Megawati harus menyesal karena kesuksesannya itu. Why? Kalau kata orang, jangan memelihara anak macan, karena suatu saat engkau akan dimakan saat dia sudah besar. Dan Megawati ternyata melakukan hal itu. Jokowi adalah anak macan yang suatu saat akan mengancam Megawati. Hal itu sebenarnya sudah terlihat sejak lama. Kita tahu bahwa sebenarnya Puan Maharani lah yang sebenarnya direstui Megawati. Selain sebagai anaknya, Puan adalah penerus trah Soekarno dalam singgasana PDIP. Tapi situasi tidak memungkinkan untuk memaksakan hal tersebut. Demi kemenangan PDIP, situasi saat itu Jokowi lah ikon yang bisa melambungkan partai.Terpaksalah Jokowi yang diangkat. Ikhlaskah Megawati? Hanya Tuhan yang tahu.

Setelah beberapa bulan menjabat, ibarat bermain catur, ternyata situasi berubah. Tetapi masih sesuai dengan perkiraan Megawati. Di tengah gonjang ganjing KPK-POLRI munculah press release :

- Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis survei terbaru pada Ahad (25/1), yang menyatakan bahwa publik lebih menginginkan Jokowi untuk memimpin PDIP ketimbang masih dikendalikan Megawati Soekarnoputri. (Replubika.co.id)

Ini semakin memperkuat alasan, kenapa gonjang ganjing negeri ini masih terjadi.Kok bisa? Bagaimana itu bisa terjadi? Mari kita urutkan kronologisnya.

Survey yang dirilis LSI sebenarnya sudah diprediksi Megawati. Dalam permainan catur, ataupun politik kita harus bisa membaca beberapa langkah ke depan. Demikian Megawati, apalagi ini sudah di ambang pintu Mukernas untuk menentukan nahkoda PDIP. Jika Jokowimoncer dalam perjalanannya, Jokowi akan semakin harum namanya. Dan public, warga PDIP akan tergerak untuk mendorong JOkowi sebagai ketua umum. Hal ini sangat tidak diinginkan megawati. Target Megawati untuk mengusung Jokowi sudah tercapai. PDIP semakin eksis. Sudah bisa menguasai pemerintahan. Dan diharapkan bisa menyetir dari belakang. Tapi ekses yang terjadi bisa saja ia terguling sebagai ketua umum.Agar hal itu tidak terjadi, maka itulah kenapa Megawati menharuskan Jokowi untuk tetap menjadi Kapolri. Tujuannya ada beberapa. Yang utama, Jokowi akan turun pamornya di mata masyarakat. Bila berjalan mulus, artinya dia bisa benar benar mengendalikan seorang presiden.

Apakah Jokowi tidak bisa membaca hal tersebut? Tentu saja bisa. Dan sebenarnya dia sedang pusing bagaimana harus melangkah. Ibu dan teman teman selama proses pilpres terasa begitu menekannya.Targetnya adalah menghancurkan namanya dengan cara tersembunyi. Akhirnya, dengan dia menggandeng Prabowo. Meskipun secara formal itu hanyalah silaturohim. Tetapi itu sebenarnya adalah tamparan keras bagi Megawati. Dia ingin mengatakan pada ketua umum PDIP, bahwa dia bisa berganti haluan, jika dia hanya dijadikan “sapi” oleh Megawati.

Dan terbukti bahwa itu bukan pertemuan biasa, Prabowo langsung mengadakan pertemuan dengan petinggi KMP untuk membahas hasil pertemuan dengan JOkowi.

Yah itulah politik. Sangat kejam. Kawan bisa menjadi lawan dan lawan suatu saat akan menjadi teman.

Ini hanyalah analisa ngawur saya. Jika benar itu datangnya dari Allah, jika salah datangnya karena kengawuran saya hehehe…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline