Lihat ke Halaman Asli

Ken Satryowibowo

Covid Bukan Canda

Warisan (Manfaat) Utang bagi Anak-Cucu

Diperbarui: 28 September 2021   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: M. Latief/Kompas Image

Siapa bakal diwarisi manfaat dari pembangunan yang pembiayaannya berasal dari utang? 

Pertanyaan itu saya lontarkan ke seorang kolega sesama pebisnis kecil saat kami bersama menaiki MRT (Mass Rapid Transit) dari daerah Fatmawati, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu. Kami kebetulan lagi ada urusan ke Jakarta Pusat.

Di dalam gerbong yang tak berjubel karena pengetatan mobilitas warga itu, saya membatin: hebat juga Jakarta sudah punya MRT macam ini. Kendati bukan kali perdana, namun apa yang saya batin itu terus saja muncul setiap saat naik MRT.

Ihwal pertanyaan itu bisa mengemuka lantaran kami berbeda pandangan---lebih tepatnya berdebat---soal kebijakan utang yang ditempuh pemerintah saat ini. Ia bersikukuh, performa utang sudah membahayakan dan sangat berisiko untuk generasi mendatang.

Sementara pendapat saya sebaliknya. Bagi saya, utang pemerintah itu masih dalam zona wajar, bahkan mesti ditempuh untuk mengakselerasi pembangunan di sektor penting dan produktif. Sektor penting dan produktif, antara lain adalah infrastruktur fisik-digital dan kualitas sumber daya manusia. Keduanya sama-sama syarat mutlak menjadi negara maju.

Jikalau saya memandang utang sebagai salah satu alat untuk memastikan generasi penerus lebih tangguh, teman saya itu menganggap sebaliknya: utang saat ini adalah beban berat bagi anak cucu. 

Kata dia, utang yang sejak dulu hingga sekarang ditarik pemerintah tidak efisien dan minim manfaat karena lebih banyak dikorupsi. Sejumlah dalil dia sampaikan untuk memperkuat sumpah-serapahnya tersebut.

Mendengar ocehan macam itu, sejujurnya, saya menahan ketawa. Rasanya dia lupa---atau memang tidak tahu---bahwa MRT yang sedang dia tumpangi adalah hasil dari utang. Pun, dia tidak sadar: mengecam utang sambil menikmatinya.

Lewat agregasi media massa, masyarakat umum dapat mengetahui pembiayaan MRT Jakarta diselenggarakan dengan utang pemerintah RI ke pemerintah Jepang.  Nilainya pun fantastis. Untuk fase 1 saja (Lebak Bulus -- Bundaran HI), utang ke JICA (Japan Internasional Cooperation Agency) sebesar Rp25 triliun dan akan dilunasi dalam 40 tahun.

Belum lagi nilai utang untuk pembangunan fase 2 (Bundaran HI -- Kampung Bandan) sejauh 8 km dan fase 3 (Kalideres-Ujung Menteng) sepanjang 31,7 km. Jika koridor Selatan -- Utara (Lebar Bulus - Kampung Bandan) dan koridor Barat - Timur (Kalideres-Ujung Menteng) telah rampung seluruhnya, Jakarta akan lebih keren.

Bukan hanya keren, kehadiran MRT akan menjadi salah satu solusi kemacetan Jakarta. Moda transportasi super modern ini akan mampu mengangkut lebih dari 50 juta penumpang per tahun dan menciptakan, utamanya saat konstruksi, tak kurang dari 50 ribu lapangan kerja. Pula,  multiplier effect lainnya yang secara agregat bakal memperkuat perekonomian Jakarta, bukan hanya di masa sekarang, namun yang pasti di masa mendatang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline