Lihat ke Halaman Asli

Ken Satryowibowo

Covid Bukan Canda

Utang di Antara Gen Alfa dan Kaum Sumbu Pendek

Diperbarui: 19 September 2021   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

shutterstock

Per hari ini, secara akumulatif, kita mewarisi utang ribuan triliun yang ditarik di zaman Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati, hingga Presiden SBY. Jawablah jujur, apakah detik ini secara personal kita merasa terbebani utang negara yang dibuat di masa lalu itu? Lalu, apakah kita mesti marah-marah ke para mantan Presiden tersebut?

Kalau mau diistilahkan sebagai warisan, pemerintahan semua Presiden Indonesia meninggalkan utang, tanpa terkecuali. Pun sejak republik ini berdiri tegak, utang di masa kepresidenan siapapun mengalami kenaikan. Saya ulang lagi: seluruh presiden berutang dengan nominal yang sama-sama meningkat.

Jadi, tanpa kita sadari, ketika masih bayi atau bahkan belum lahir ke dunia pada era Presiden Soeharto berkuasa, saat itulah kita (Generasi X dan Y) secara otomatis telah diwarisi utang per kapita (total utang negara dibagi jumlah penduduk) dalam jumlah besar.

Begitu pula generasi Z yang sekarang berumur sekira 16 tahun. Tahukah kalian, saat engkau dilahirkan di 2005, ketika itu Presiden SBY baru setahun terpilih dan mulai menarik utang untuk membangun negeri, sehingga di kala itu pula utang per kepala bertambah. Apa 'dosa' kalian mesti menanggung utang jutaan rupiah itu? Kalian sekarang merasa terbebani lalu dendam ke Pak SBY?

Kendati belum ada survei atau riset terpublikasi, rasa-rasanya belum pernah kita temui suara sumbang atau ungkapan rasa jengkel dari generasi X, Y, dan Z kepada Presiden Soeharto hingga Presiden SBY lantaran dulu kala memimpin, mereka menempuh kebijakan utang. Sebaliknya, tanpa sadar sekali pun, kita telah nyata-nyata menikmati hasil pembangunan rezim mereka.

Terlepas dari rupa-rupa kekeliruan dalam kepemimpinan Presiden Soeharto, aset-asetnya dalam pembangunan kita manfaat hari ini: bandara, pelabuhan, jalan tol, SD Inpres, dan banyak lagi. Presiden Habibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati, hingga Presiden SBY juga begitu besar meninggalkan legacy.  Mulai dari jembatan Suramadu, BPJS Kesehatan, beasiswa, hingga infrastruktur internet. Sebagian dari semua itu dulunya dibiayai lewat instrumen utang.

Bukan Generasi Cengeng

Lantas bagaimana dengan utang di era Presiden Jokowi yang kini totalnya mencapai lebih dari Rp6.000 triliun dan oleh para haters disebut akan membebani generasi selanjutnya? Apakah---sebagaimana digembar-gemborkan---Indonesia akan runtuh dan generasi Alfa (pasca Gen Z) bisa mati berdiri tersebab harus memikul utang yang digelar di era Pak Jokowi?

Hmmmm... Jawabannya sama dengan betapa santainya generasi X, Y, dan Z ketika mereka diwarisi utang oleh pemerintahan di zaman mereka lahir. Toh, semuanya sekarang baik-baik saja. Karena utang memang bagian dari alat membangun negara. Tidak pernah sekali pun mereka dikirimi surat tagihan utang sebagaimana acapkali dilontarkan oleh haters pemerintah. Mereka kalem lantaran paham bahwa utang negara yang akan bayar ya negara. Melalui penarikan pajak, yang mayoritas berasal dari industri besar---bukan usaha kecil, apalagi warga miskin.

Juga, secara langsung maupun tidak, Gen Alfa mengerti, utang pemerintah dan manfaatnya memang mesti disebut dalam satu tarikan napas. Umpamanya, tol yang membentang di sepanjang Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi akan lebih mereka rasakan faedahnya ketimbang oleh generasi uzur. Demikian halnya dengan peningkatan kualitas SDM yang tampaknya abstrak, tapi sangat signifikan buat memperbaiki masa depan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline