Lihat ke Halaman Asli

Ken Satryowibowo

Covid Bukan Canda

Epik 2 Kali Pilpres dalam 3 Kali "Sujud Sungkur"

Diperbarui: 20 April 2019   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto sujud syukur usai mengklaim kemenangan di Jalan Kertanegara, Jakarta, Rabu (17/4/2019). (Foto: istimewa)

Capres 02 Prabowo Subianto tercatat sudah 3 kali sujud syukur menyusul klaim kemenangan dalam 2 kali Pilpres. Pertama, sujud syukur setelah merasa menang pada Pilpres 2014 lalu. Kedua, sujud syukur pada 17 April 2019 malam di rumah Kartanegara. Ketiga, sujud syukur setelah shalat Jumat pada 19 April 2019 kemarin.

Pada hari pencoblosan 17 April 2019 lalu saja, Prabowo tercatat sekurang-kurangnya menggelar 3 kali konferensi pers untuk mengumumkan kemenangan. Persis seperti minum obat, ada 3 kali klaim kemenangan Prabowo dalam satu hari. Tak tanggung-tanggung, menyebut dirinya menang dengan angka 62%.

Memang, tiada larangan mengklaim kemenangan. Tapi klaim sepihak yang bertentangan dengan hasil hitung cepat (quick count) tentu tidak masuk logika. Kendati demikian, apa yang dilakukan Prabowo tidak perlu ditanggapi serius. Baik itu menyangkut sujud syukur atau klaim kemenangannya yang begitu epik.

Biarkan saja kalkulator BPN 02 menghitung sendiri, mengklaim sendiri, merasa menang sendiri, dan sujud syukur sendiri. Toh, masyarakat sudah paham, bahwa hasil quick count memiliki akurasi 99%. Berbeda dengan survei.

Saya, di platform blog Kompasiana ini, 12 hari sebelum pemungutan suara, telah memprediksi adanya sujud syukur tersebut (simak artikel receh saya yang bertajuk: 12 Hari Menjelang "Sujud Sungkur" Prabowo). Dan, bagi saya, fenomena ini normal belaka bagi mereka yang tak siap kalah dan hanya siap menang.

Dalam kajian psikologi yang sudah berseliweran, fenomena sujud syukur dan klaim kemenangan ala Prabowo merupakan fase denial (pengingkaran). Saya haqqul yaqin, batin Prabowo dan Sandiaga sudah mengaku kalah saat menyaksikan hasil hitung cepat versi lembaga survei kredibel.

Tapi raga Prabowo menolak mengakuinya. Ya karena tengah berada pada fase pengingkaran tadi. Sehingga tubuh-tubuh yang kalah itu akan terus-menerus mencari dalil untuk menghibur diri. Dengan mengais-ngais narasi kecurangan oleh penyelenggara pemilu dan melakukan penggiringan opini. Sembari tiada henti mengklaim kemenangan, betapapun diucapkan dengan wajah yang tampak sama sekali tidak happy.

Bandingkan dengan Paslon 01 yang adem-adem saja. Tidak bersikap ekstrem, karena raga dan batin mereka yakin menang. Jokowi justru lebih tampak cuek dengan hasil hitung cepat. Toh, baginya bukan barang baru menang kontestasi elektoral. Sudah 5 kali menang (2 kali Pilwalkot, 1 kali Pilgub, dan 2 kali Pilpres).

Namun sebagaimana kajian psikologis di atas, pada akhirnya, Prabowo Cs akan berada pada fase acceptance (penerimaan). Fenomena Prabowo nrimo itu sudah ditunjukkan pada kehadirannya dalam pelantikan Jokowi-JK usai Pilpres 2014 lalu.

Pada fase nrimo ini, kecewa pada kekalahan mulai luntur. Meski bekasnya tak mungkin sirna. Lebih-lebih ini adalah kekalahan ketiga. Tentu siapapun yang mengalaminya, bakal merasa pedih teramat sangat. Karena akan ditulis dalam sejarah politik Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline