Lihat ke Halaman Asli

Ken Satryowibowo

Covid Bukan Canda

Saat Sandi Siapkan "Kuburan Massal" OKE OCE

Diperbarui: 21 Maret 2019   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OK OCE Mart Kalibata yang berada di Jalan Warung Jati Barat (Warung Buncit) tampak sepi, Senin (3/9/2018) siang.(KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR)

Dalam Debat Cawapres akhir pekan lalu, Sandiaga Uno memastikan akan memboyong program One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship (OK OCE) ke level nasional. Padahal, di DKI Jakarta, program itu diidentifikasi gagal. Sejumlah gerai bangkrut, lalu gulung tikar.

Adakah Cawapres 02 tengah mempersiapkan "kuburan massal" bagi OKE OCE? Pertanyaan ini tidak perlu muncul ketika semasa jadi Wagub DKI, program andalan Sandi itu dicatat kesuksesannya. Atau sekurang-kurangnya punya tren menuju keberhasilan. Tapi kan data kuantitatif justru menunjukkan hal yang bertolak belakang.

Di bilangan Kalibata, misalnya, OKE OCE Mart tutup. Dari target 40.000 pengusaha, hanya 1.000 yang mengurus izin (2,5%), dan hanya 150 orang yang mendapat akses modal. Belum lagi klaim penyerapan tenaga kerja hingga 20.000 orang tertolak oleh data BPS. 

Saat program itu berlangsung, angka pengangguran di Ibukota justru naik. Penyerapan pekerja didominasi oleh beroperasinya unicorn digital seperti Gojek, bukan OKE OCE.

Bahwa Sandi punya niat memberdayakan UMKM itu mulia adanya. Toh, semua calon pemimpin negeri punya niat serupa. Bahwa usaha kecil perlu dibina dan difasilitasi itu juga semua pihak sepakat. Toh, semua kandidat pemimpin Indonesia ingin melakukannya.

Namun ingat, semua orang bisa bikin program. Yang tak bakal mudah adalah implementasinya. Ada begitu banyak variabel yang mesti dihadirkan dan diatasi. Misalnya, dalam kasus OKE OCE Mart, apakah daya saing produknya kompetitif melawan gerai minimarket waralaba yang telah mapan sebelumnya? Bagaimana rantai pasok barang dagangannya? Efisiensi sistem logistiknya? Dan banyak lagi.

OKE OCE, betapapun mendapat uluran dana dari APBD DKI Jakarta, tetaplah harus memasuki persaingan pasar yang begitu sengit. Maka berlakulah hukum ekonomi. Bekerjalah hukum permintaan. Sehingga perlu ditinjau seperti apa kurva supply-demand di pasar tersebut.

Jenazah OKE OCE
Saya pribadi tidak terkejut atas memblenya program OKE OCE. Tidak pula tersentak tatkala OKE OCE Mart bergelimpangan menjadi jenazah sesaat setelah diluncurkan. Karena membangun UMKM tidak mungkin dikerjakan dengan simsalabim. Jangankan APBD, bahkan APBN triliunan sekalipun tidak akan pernah mudah untuk mengintervensi pasar yang sudah mapan sebelumnya.

Bagaimana kerumitan pasar bekerja, itulah yang tampaknya luput dari penyelenggaraan OKE OCE selama ini. Bagaimana mungkin hadir sebagai penantang mart-mart lainnya dengan cara-cara konvensional seperti yang dikerjakan OKE OCE Mart? Dilihat dari aspek kualitas barang dan harga saja, teramat sulit untuk menyaingi kemapanan minimarket yang sudah lama jaya.

Bersaing dengan gerai ritel waralaba yang sudah menjamur hampir mustahil dilakukan dengan cara biasa. Buktinya, sudah banyak usaha kecil berupaya melakukannya. Tapi tumbang-tumbang juga tuh.

Maka, harus ada cara baru yang inovatif. Misalnya, dengan menggunakan skema e-commerce. Lebih fokuslah pada usaha rintisan (startup) anak muda. Orientasikan tidak hanya pasar domestik, tapi lebih utama membidik pasar ekspor. Dan, teknologi internet menyediakan ruang untuk menuju ke sana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline