Lihat ke Halaman Asli

Kasus Penganiayaan Dalam Lingkungan Keluarga di Kota Bekasi

Diperbarui: 10 Desember 2022   10:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Penganiayaan | Sumber : Kompasiana

Kasus penganiayaan marak terjadi selama masa pandemi dalam kurun waktu dua tahun terakhir, terutama kasus penganiayaan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga, sehingga mengakibatkan kasus penganiayaan di Kota Bekasi yang terjadi pada anak di bawah umur dan perempuan. Semenjak masa pandemi berlangsung selama dua tahun terakhir, penganiayaan dalam lingkungan keluarga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan tersebut terjadi karena banyak individu yang mengalami tekanan dari berbagai pihak, baik dari pihak keluarga maupun kerabat.


Menurut Bonaparte (2012), terdapat beberapa hambatan dalam penanganan kasus KDRT: (1) Korban mencabut pengaduan dengan berbagai alasan, seperti: demi keutuhan keluarga atau kondisi psikologis anak; korban tidak memiliki pekerjaan (secara ekonomi tergantung pada pelaku); korban takut ancaman dari pelaku/suami; dan adanya campur tangan pihak keluarga atau alasan budaya/adat/norma agama; (2) Kurangnya bukti, yang disebabkan beberapa hal: menghindari anak sebagai saksi, mengingat kondisi psikologis anak dan dampaknya; menjaga netralitas saksi dalam lingkungan rumah tangga; korban tidak langsung melapor setelah kejadian sehingga terjadi kesulitan ketika melakukan visum; penelantaran ekonomi karena pelaku tidak mempunyai pekerjaan/penghasilan. 

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Undang Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ("UU Penghapusan KDRT"). Undang-Undang ("UU") ini melarang segala bentuk penganiayaan KDRT terhadap individu dalam lingkup rumah tangga dengan bentuk: kekerasan fisik, psikis, seksual atau penelantaran dalam rumah tangga. Di negara Indonesia ketentuan Undang-Undang Nomor 23 yang membahas tentang kekerasan dalam rumah tangga mulai diberlakukan sejak tahun 2004. Misi dari Undang-undang ini antara lain, sebagai upaya ikhtiar bagi penghapusan KDRT. Demikian, negara bisa berupaya mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga ("PKDRT"),dan melindungi korban akibat KDRT. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 2 UU PKDRT, menyebutkan lingkup rumah tangga meliputi: (a) suami, isteri, dan anak, (b) orang-orang yang memiliki hubungan keluarga sebagaimana dimaksud pada huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan atau (b) orang-orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut sehingga dipandang sebagai anggota keluarga.


Penyelenggaraan terhadap perlindungan anak dalam proses peradilan pidana di Indonesia sebagai bentuk jaminan oleh pihak instansi lembaga pemerintahan dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, Undang-Undang tersebut dibuat dalam rangka untuk menjalankan proses mulai dari memberikan sampai dengan membina serta menjamin perlindungan terhadap kasus anak yang berkonflik dengan hukum, maka kelembagaan dan perangkat hukum yang lebih sesuai serta memadai mengenai penyelenggaraan peradilan anak perlu dilakukan secara khusus. Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian kedudukan anak dari pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai subjek hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline