Kalau ngomong tentang surga dan neraka, tentu akan muncul perdebatan kusir yang saling klaim tentang kebenaran. Tapi bukan itu yang akan saya akan tuliskan, ini cerita dimana saat penghuni dunia yang berbondong-bondong menyakini suatu hal yang menjadi kepercayaan, tentu ingin masuk surga semuanya.
Mungkin saja ada pernyataan nyinyir orang yang agak aneh, yang memilih masuk neraka, tapi itu hak dia la jika masih normal. Yang pasti masuk surga adalah kemauan seluruh umat beragama di muka bumi.
Ada ceritanya berimbang, dulu sempat heboh juga saat Farhat Abbas mengunggah tentang pilih kubu A masuk Surga, pilih kubu B masuk neraka. Meski saya mendukung salah satu kubu, namun cara kampanye seperti ini sungguh disayangkan. Pilihan saya bisa berubah karena alasan akal sehat dan bukan termasuk orang yang selalu membenarkan sesuatu yang menjadi pembodohan untuk pendidikan politik warga negara.
Untungnya Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi Ma'ruf cepat tanggap dan melakukan teguran pada juru bicaranya dalam memuat pernyataan yang membuat kegaduhan. Farhat yang rada rada kontroversi, menurut saya sih, mau minta maaf dan menjelaskan pada media bahwa statement itu adalah murni berasal dari individu, bukan merupakan strategi dan kebijakan TKN.
Mengutip detik.com (12/10/2018), baru baru ini jalur masuk surga kembali dibuka jika memilih salah satu pasangan yang di usung. Apakah surga jalur khusus hanya bisa untuk mereka yang memilih kedua kubu ini saja ? Berarti yang ga milih masuk neraka dong.
Politisasi SARA yang selalu ditunjukkan terlihat menyedihkan dan menjadi menu berita untuk membodohi masyarakat. Apakah sedemikian sulitnya untuk mencari kelemahan lawan atau tidak adanya keunggulan jagoan yang diusung, sehingga membawa SARA yang cenderung meningkatkan tensi politik di Indonesia.
Dalam hati manusia yang memeluk agama dan kepercayaan masing-masing, akan mengajarkan kebaikan dan oleh sebab itulah mereka percaya masuk surga. Kondisi yang semakin menyedihkan saat negara lain sudah melewati ujian SARA dan masuk ujian lain untuk berlomba di bidang teknologi dan hal lain, justru di Indonesia selalu membawa SARA untuk memenangkan calon pendukungnya. Sedemikian instannya cara manusia untuk masuk surga dengan memilih calon yang ditawarkan, yang hanya bisa dibuka dengan jalur khusus dari politik semata.
Kerasnya pilkada DKI menggunakan SARA hingga menganggu roda pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, masihkah harus diulang dalam pilpres dan pileg 2019 nanti ?
Yenny Wahid juga membenarkan isu SARA yang terjadi saat pilkada DKI Jakarta lalu saat menjadi bintang tamu di acara Mata Najwa, Trans7 Rabu (15/08/2018) lalu.
"Justru saya mau protes satu hal mas. Karena yang memulai isu SARA salah satunya adalah PKS. Jadi PKS juga harus bertanggung jawab soal itu," ucapan Yenny Wahid saat menanggapi pernyataan Suhud tentang SARA.
Saya kira lembaga pengawas untuk pilpres dan pileg serta instansi terkait lainnya, perlu untuk continu memberikan sosialisasi dan menegakkan aturan main yang jelas, sehingga tidak memberi cela pada oknum yang sengaja ingin membuat kegaduhan dan mengadu domba dua massa masing-masing kubu.