Lihat ke Halaman Asli

Penahanan Udar, Fight Back melawan Jokowi ?

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Resmi sudah Kejakgung menahan Udar atas kasus korupsi proyek pengadaan Bus Transjakarta dan Bus Kota Terintegrasi Bus Transjakarta (BKTB) senilai Rp 1,5 triliun rabu 17/9 kemarin. Udar yang tentu saja dalam hal ini tidak terima meminta agar kejakgung memeriksa juga atasannya, sang presiden terpilih 2014 versi KPU dan dikuatkan atas putusan MK.

Dari awal penanganan kasus ini memang sudah ada kesan kejanggalan. Mengapa harus kejakgung yang menangani masalah ini ? Kenapa tidak dilimpahkan kasusnya ke KPK saja bukankah KPK lembaga yang paling berkompeten mengurus hal ini ? Cukupkah proses hukum kasus ini hanya berhenti di Udar ?  Masa sih untuk kasus Impor dengan pihak produsen luar negeri, pejabat yang dilibatkan hanya sekelas Udar Pristono ? Seharusnya ketika ditemukan indikasi keterlibatan pihak selain Udar segera dilakukan pemeriksaan bahkan kalau ternyata ditemukan dua alat bukti yang kuat, penetapan sebagai tersangka harus dilakukan.

Ya tapi inilah Indonesia, semua yang seharusnya mungkin bisa menjadi tidak mungkin.  Bisa jadi Pihak kejakgung sudah mendapatkan bukti-bukti yang memperkuat keterlibatan pejabat pemprov DKI lainnya. Tetapi karena momen politik kurang pas, ditunggu saat yang tepat untuk mempublikasikannya ke publik. Bukankah banyak kasus sebelumnya yang memiliki pola yang sama ?

Kasus di Kementrian ESDM misalnya. Jero Wacik kenapa juga baru dicokok KPK setelah ada gonjang-ganjing penarikan dukungan ke salah satu kubu peserta pilpres 2014, semestinya sudah bisa dilakukan tak lama sejak kasus Rubi Rubiandini bergulir. Contoh lainnya kasus Suryadharma Ali, penetapannya sebagai tersangka setelah PPP memutuskan bulat mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2014.  SDA disangkakan terlibat korupsi penyelenggaraan haji tahun 2012-2013. Hanya fokus di tahun 2012-2013, KPK seharusnya mempunyai cukup waktu untuk segera mengambil kesimpulan.  Tetapi apakah hanya kebetulan penetapannya bersamaan dengan tarik ulur dukung-mendukung peserta pilpres 2014 ? Who Knows.

Kasus Transjakarta juga memiliki pola yang sama dengan kasus-kasus sebelumnya. Pemberantasan korupsi tidak dilakukan untuk membuat jera pelaku tetapi sebagai bargaining atau tekanan terhadap lawan politik. Setelah diplomasi BBM Jokowi terhadap SBY gagal total. Alih-alih berhasil membuat SBY takluk, SBY malah mengundang koalisi merah putih komplete.  Ketika berpidato dengan berlatar belakang anggota koalisi merah putih, SBY seolah memberikan sinyal warning "gw gak bisa ditekan, nih  lo liat dibelakang gw siapa". Besoknya jreng Jero Wacik dijadikan tersangka oleh KPK.

Proses tarik menarik dukungan ke kubu Jokowi makin masif terjadi  terutama karena ada dua peristiwa penting kedepan yaitu pengesahan RUU Pilkada dan penetapan Capres-Cawapres terpilih. Dukungan dari partai lain mutlak diperlukan kubu jokowi agar pemerintahannya aman-aman saja nantinya. Masalahnya sampai hari ini, dikabarkan belum tercapai kata setuju, partai politik yang digadang bakal bergabung hanya sebatas memberikan sinyal positif. Hari H semakin mendekat, jreng kasus transjakarta kembali diangkat.

Benarlah kalau tahun 2014 ini adalah tahun sandera politik, sebelum dan setelah pilpres masih memanas. karena memang realitasnya seperti itu. Akhirnya akibat permainan para elit politik sekali lagi rakyat yang menjadi korban.

Wassalam





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline