Lihat ke Halaman Asli

Sisis Lain Si Mulut Besar dan Ambisius, Jose Mourinho

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Jose Mario Dos Santos Mourinho Felix, yang lebih dikenal dengan nama Jose Mourinho merupakan pria kelahiran Setubal, Portugal sepertinya memang ditakdirkan untuk selalu menjadi bintang. Jika nama Mourinho disebut maka selalu ada dua hal yang sulit terpisahkan dari dirinya, yaitu prestasi dan kontroversi. Lihatlah, klub-klub besar Eropa seperti Porto, Chelsea, Inter Milan, dan Real Madrid telah merasakan sentuhan midasnya dengan raihan berbagai macam trofi bergengsi.

Prestasi gemilang yang ditorehkan Mourinho selalu diiringi dengan sifat kontroversialnya. Pada awal kedatangannya ke Inggris, Mourinho mengatakan bahwa jika dia ingin berlindung dalam sebuah pekerjaan yang tenang, dia bisa memilih untuk tetap bertahan bersama FC Porto, Portugal. Tapi dia adalah tipe orang yang sangat menyukai tantangan. Tentu anda masih ingat, kalimat pertama yang diucapkan Mourinho ketika menginjakkan kaki di Stamford Bridge, markas Chelsea "Tolong jangan menyebutku arogan, tetapi aku adalah juara Eropa dan aku adalah 'The Special One" tandas Mourinho. Dan sejak saat itu para awak media dan para suporter di seluruh penjuru dunia pun menjulukinya "The Special One".

Efek Kepergian Mourinho

Tim asuhan Mourinho selalu sarat dengan yang prestasi dan trofi. Tim-tim asuhan Mourinho terbiasa mencapai klimaks performanya di musim kedua bersama Mourinho. Akan tetapi, mereka juga memiliki kebiasaan mengalami penurunan prestasi sesaat setelah ditinggal Mourinho. Lihatlah, FC PORTO, CHELSEA dan INTER MILAN setelah ditinggal Mourinho.

Sesaat setelah ditinggalkan "The Special One", Porto berusaha mempertahankan kejayaan yang telah diraih dengan mendatangkan pelatih asal Italia, Luigi Del Neri. Tidak sampai dua bulan, bahkan kompetisi belum sempat berjalan, mantan pelatih Chiveo tersebut dipecat klub dengan alasan ia sering mangkir latihan.

Pengganti Del Neri adalah Victor Fernandez, pelatih yang membawa Real Zaragoza menjuarai Piala Winner pada 1995. Harapan digantungkan tinggi pada Fernandez. Ia sempat membawa tim memenangi Piala Interkontinental 2004. Namun tidak sampai dua bulan kemudian, manajemen Porto juga memecatnya karena serangkaian hasil buruk di kompetisi domestik.

Jose Couceiro menjadi nama selanjutnya yang mengisi kursi panas pelatih Porto musim 2004/2005. Couceiro dikontrak selama 18 bulan, tetapi memutuskan untuk mengundurkan diri pada akhir musim karena gagal membawa Porto menjuarai liga Portugal.

Mantan pelatih AZ Alkmaar, Co Adriaanse, ditunjuk sebagai suksesornya. Pelatih asal Belanda itu akhirnya berhasil membangun kembali kejayaan "Os Dragoes", julukan Porto, dengan membawa tim merebut gelar Liga Portugal dan Piala Portugal musim 2005/2006.

Chelsea juga memiliki masalah yang kurang lebih sama dengan Porto. Pemecatan tiba-tiba Mourinho di awal musim 2007/2008 membuat tim menjadi limbung. Roman kemudian menunjuk Avram Grant. Namun, serangkaian kekalahan serta kegagalan mengangkat mental dan performa pemain Chelsea membuat Grant dipecat pada akhir musim. Luiz Felipe Scolari, pelatih yang membawa Brasil menjuarai Piala Dunia pada 2002, diangkat menjadi suksesornya.  Akan tetapi, selanjutnya Chelsea asuhan Scolari malah semakin limbung dan tidak konsisten. Performa tim yang naik turun dan melempemnya penampilan pemain-pemain bintang "The Blues" membawa Scolari pada pemecatan di awal Februari 2009.

Guus Hiddink, yang dikenal pelatih bertangan dingin, ditunjuk sebagai pelatih dan sukses mengangkat performa tim serta membawa Piala FA ke Stamford Bridge. Musim selanjutnya, Hiddink memutuskan mundur agar bisa fokus menangani timnas Rusia. Akhirnya, Carlo Ancelotti, penggantinya, berhasil membawa Chelsea kembali menjuarai liga dan Piala FA di musim perdananya.

Inter Milan setelah ditinggal Mourinho juga tampil amburadul di bawah asuhan Rafael Benitez. Kekalahan di Piala Super Eropa dan beberapa pertandingan liga menunjukkan jauhnya perbedaan performa dibanding ketika mereka dilatih Mourinho. Sneijder yang sangat cemerlang dibawah Mourinho, seperti kehilangan sentuhannya ketika diasuh Beninez. Begitu juga dengan Diego Milito, seperti kehilangan kegarangannya di depan gawang lawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline