Lihat ke Halaman Asli

Muhammadiyah dan Pemberdayaan Perempuan

Diperbarui: 8 November 2022   19:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lalu Ken Raievan 

202110090311022

Laluken0@gmail.com

PENDAHULUAN

Abstrak

Aisyiyah merupakan gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah diakuidan dirasakan perannya di dalam masyarakat. Aisyiyah sebagai salah satuorganisasi otonom (Ortom) pertama yang dilahirkan dari rahimMuhammadiyah, yang memiliki tujuan yang sama dengan Muhammadiyah.Aisyiyah memiliki program khusus strategis yang visioner, yaitu terhadap perempuan. Peran dan fungsi perempuan merupakan bagian terpenting dalamgerak roda kehidupan, bidang ini adalah wilayah yang geluti dan ditekuniSunnah sampai sekarang. 

Gerakan Aisyiyah sejak awal berdiri dan dari waktuke waktu terus berkembang dan memberi manfaat bagi peningkatan dankemajuan harkat dan martabat perempuan Indonesia. Pada tahun 1919mendirikan Frobel, sekolah, taman kanak-kanak pertama milik peribumi diIndonesia. Bersama organisasi wanita lain pada tahun 1928 mempelopori danmemprakarsai terbentuknya pederasi organisasi wanita yang kemudian sampaisekarang di kenal dengan KOWANI (Kongres Wanita Indonesia).

Latar Belakang

Perempuan merupakan tulang punggung keluarga dan masyarakat yang berdiri di garda depan dalam membangun generasi bangsa yang tangguh. Pasalnya, perempuan merupakan orang yang pertama kali akan memoles, membina, dan membentuk generasi penerus bangsa tersebut. Oleh karena itu, perempuan dikatakan sebagai madrasah yang pertama untuk putra putrid bangsa. Maka, Muhammadiyah melalui ‘Aisyiyah terus melakukan pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan melalui peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan berlandaskam agama.

Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang berkemajuan, yang ketika penggunaan bangku masih dianggap warisan Belanda yang nota bene disebut kafir oleh ulama pada masa itu, Kiai Ahmad Dahlan membuat terobosan dengan pemakaian bangku di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ketika Khutbah Jumat masih menggunakan bahasa Arab, Muhammadiyah berani menganjurkan penggunaan bahasa Indonesia dan tidak jarang menggunakan bahasa setempat agar isi khutbah tersebut bisa dipahami oleh masyarakat. KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai Kiai yang moderat dan cenderung melawan arus pada zamannya banyak mengkritik pemahaman masyarakat tentang Islam pada masa itu. Islam sering dituduh telah memberi legitimasi terhadap penyempitan peran perempuan hingga kekerasan terhadap perempuan. Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang cukup mapan menempatkan perempuan setara dengan laki-laki. Kiai Ahmad Dahlan dibantu Nyai Walidah menggerakkan perempuan untuk memperoleh ilmu, melakukan aksi sosial di luar rumah yang bisa disebut radikal dan revolusioner saat itu. Kaum perempuan didorong meningkatkan kecerdasan melalui pendidikan informal dan nonformal seperti pengajian dan kursus-kursus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline