Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Uni Eropa, China, Kanada dan Meksiko memakan korban. Harley Davidson Inc, perusahaan sepeda motor terbesar di Amerika Serikat ini memutuskan memindahkan sebagian produksinya ke luar negeri. Saat ini, Harley sudah memiliki tempat produksi sepeda motor dan suku cadang antara lain di Brasil, Australia, India dan Thailand.
Hengkangnya Harley Davidson menyusul perang tarif yang dilakukan oleh Donald Trump yang menyebabkan harga produk Harley menjadi lebih mahal. Russia dan China langsung membalas pengenaan tarif tambahan bagi produk Amerika Serikat. Bulan Mei lalu, Uni Eropa telah merapkan bea masuk tambahan beberapa produk Amerika Serikat antara lain sepeda motor yang mendorong Harley Davidson memindahkan produksinya.
Meski Trump menyatakan kebijakan perdagangannya bertujuan menghidupkan kembali manufaktur domestik, namun langkah Harley Davidson menunjukkan tindakan AS dapat berdampak buruk pada industri di Amerika Serikat itu sendiri. Saat ini sejumlah perusahaan di AS sangat tergantung pada pasar luar negeri dari bahan baku, produksi hingga penjualan.
WTO telah mengingatkan, perang tarif akan menimbulkan kekacauan ekonomi global. Dampaknya juga mulai dirasakan oleh Indonesia yang mengalami depresiasi nilai tukar mata uangnya. Indonsia akan menjadi pengalihan eksport China yang akan menaikkan permintaan valas. Di sisi lain, Fed rate tahun ini akan naik dua kali lagi. Pelaku pasar menunggu langkah The Fed pada akhir Juli ini. Diperparah dengan kinerja perdagangan yang defisit, kedepan diperkirakan ekonomi Indonesia masih menghadapi tekanan yang berat dan sulit mengangkat nilai tukar
Investasi Amerika di Indonesia setelah mengalami puncaknya tahun 2013 sebesar US $ 2,4 milyar, namun krisis ekonomi di Amerika Serikat beberapa waktu lalu ikut mempengaruhi investasi negeri ini, pada tahun 2016 mengalami penurunan hanya US $ 1.16 milyar berada pada posisi keenam, jauh dibawah Singapura, Jepang maupun Tiongkok.
Walaupun pada saat ini ekonomi Amerika Serikat sedang jaya dengan tingkat pengangguran yang rendah, namun industri manufaktur Amerika belum pulih, Trump menuding biang keladinya adalah perdagangan yang tidak adil dan pencurian tehnologi. Pandangan Trump ini sebetulnya sulit dipahami oleh kalangan industriawan Amerika Serikat itu sendiri. Korban dari kebijakan Trump itu antara lain Harly Davidson yang memutuskan memindahkan basis produksinya ke negara lain karena menghadapi balasan tambahan tarif yang menyebabkan produk Harly Davidson menjadi lebih mahal.
Dampak dari jurus Donal Trump itu, memang tidak dirasakan oleh semua negara, Euro justru mengalami penguatan terhadap US $. Namun bagi negara negara berkembang seperti Indonesia langsung dirasakan dampaknya, depresiasi rupiah sulit dibendung, walaupun BI sudah mengambil langkah dengan menaikkan acuan suku bunga dan melakukan intervensi pasar uang, agaknya belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Terlebih pengaruh faktor internal, peningkatan suhu politik menjelang Pilpres 2019 ini tak dapat dikesampingkan begitu saja, depresiasi rupiah, kenaikan suku bunga akan menimbulkan kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat.
Masyarakat tak akan ambil peduli dengan argumentasi atau tidak megerti kondisi ekonomi dunia, apalagi perang dagang dunia. Yang diketahui masyarakat dan dirasakan adalah kenaikan harga dan penurunan kesejahteraan akan menggerus kepercayaan kepada pemerintahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H