Lihat ke Halaman Asli

Ketika Mudik "Juga" Menjadi Urusan Politik

Diperbarui: 12 Juni 2018   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konon ceritanya asal kata mudik berasal dari kebiasaan para pedagang di sekitar Kota Batavia yang membawa barang daganganya dengan menggunakan perahu mengikuti arus sungai. Ketika menuju kota disebut milir, kembali ke kampungnya disebut mudik atau keudik. Namun kebiasaan pulang kampung pada hari raya tidak ada stupun argumentasi yang sepakat.

Ada yang menyatakan bahwa kebiasaan pulang kampung sudah ada sejak zaman Majapahit dimana para kaum tani mencari peruntungan kekota , ada juga yang berpendapat mewarisi sifat perantau nenek moyang bangsa Indonesia dari Yunan di Tiongkok selatan yang memiliki tradisi pulang kampung. 

Namun acara mudik dikaitkan dengan hari raya ajaran Islam, konon berasal dari kebiasaan suku Badui yang nomaden yang memiliki  tradisi mengadakan pesta di hari tertentu di kampung halamannya. Kebiasaan tersebut diadopsi kedalam perayaan keagamaan Islam. Begitu pula masuknya Islam di Indonesia tak serta merta menghilangkan kebudayaan yang berkembang sebagai pengaruh tata agama sebelumnya yang sudah dianut. 

Acara sekaten di Jawa misalnya, dalam ajaran Islam tak mengenal sesaji sebagai ungkapan terima kasih kepada yang kuasa yang disertai dengan ritual ritual  yang bernafaskan Islam. Demikian pula acara ziarah ke makam leluhur, disamping berdoa menurut ajaran Islam namun kebiasaan menabur bunga atau menyediakan minyak wangi  dipengaruhi oleh budaya yang berkembang sebelum ajaran Islam berkembang di Indonesia.

Ajaran Islam banyak aliran, salah satunya meyakini semua orang yang sudah meninggal akan putus hubungan dengan kehidupan. Namun kebiasaan menjari berkah ataupun mencari wangsit di pemakaman sering kita jumpai.  Bahkan sebuah Parpol mengadakan ziarah ke makam para  wali dan kemudian mendapat "rekomendasi" mendukung calon presiden yang sedang berkompetisi dalam Pilpres.

Acara mudik sesungguhnya dilatar belakangi arus urbanisasi yang didorong oleh faktor ekonomi yang juga menimbulkan masalah kependudukan yang diatasi dengan penggusuran yang umum dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal ini juga merupakan imbas dari pendekatan pembangunan yang berdasarkan kepadatan penduduk sehingga untuk wilayah perkotaan lebih terbangun infrastrukturnya yang mendorong kemajuan ekonomi. 

Ekonomi yang relatif lebih baik ini menjadi magnet arus urbanisasi dari daerah minus ke wilayah yang lebih maju. Tak pelak lagi, pulang kampung akan juga menjadi ajang pamer kesuksesan.Apalagi tahun ini, pemerintah menggelontorkan dana Rp 36 triliun lebih mudikpun menjadi ajang wisata bagi orang kota. Sedangkan para petani, kita bisa temui, tetap pergi kekebun.

Bagi kaum tani yang madiri tentunya tak mengenal THR, THR hanya dirasakan oleh Pegawai pemerintah dan swasta. Padahal sebagian besar penduduk Indonesia  tersebar di pedesaan yang artinya THR itu masih dinikmati sebagian kecil rakyat Indonesia, namun gaungnya luar biasa bagi citra perpolitikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline