Lihat ke Halaman Asli

Menjual "Arwah" Dalam Perebutan Kedudukan Politik

Diperbarui: 25 Mei 2018   02:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Segala sesuatu kalau laku dijual maka akan dijual untuk bahan kampanye perebutan kedudukan politik, demikian juga nama besar Bung Karno  untuk menggaet suara pemilih. Megawati Soekarnoputri mengungkapkan Pemilihan Gubernur dan Wakil  Gubernur Jawa Timur menjadi pertaruhan tersendiri bagi dirinya selaku  Ketua Umum PDI Perjuangan, pasca-membawa Joko Widodo alias Jokowi dan  Ganjar Pranowo menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Dalam pidato kampanye Pilgub  Jawa Timur untuk pasangan Bambang - Said , Mega berbagi cerita pribadinya, tentang komunikasi  batinnya dengan mendiang sang ayah sekaligus presiden RI pertama,  Soekarno.

Pertanyaanya, apakah pemilih di Jawa Timur percaya dengan cerita tersebut sehingga pasangan yang dikampanyekan itu direkomendasi oleh "arwah" Sukarno agar memilih pasangan Bambang-Said ?

Mitos yang berkembang dikalangan kaum ningrat jawa bahwa leluhurnya memiliki hubungan dengan bangsa jin dan mengawal keturunanya menjadi sebuah budaya mengental dikalangan masyarakat jawa yang diaktualisasikan dalam acara acara ritual budaya jawa namun tata agamanya adalah Islam.

Islam masuk ke Indonesia yang dikenalkan oleh Sultan Agung tak menghapus budaya yang ada yang dipengaruhi ajaran hindu, secara politik dengan pendekatan seperti ini tujuanya untuk mendapatkan dukungan kedudukan. Hingga saat ini ritual mengadakan hubungan dengan bangsa Jin masih dilakukan , mungkin juga untuk suksesi pemimpin keraton.  Namun seiring perkembangan zaman, sebagaimana masyarakat umumnya, hal semacam ini sudah mulai ditinggalkan sehingga terjadi "kisruh" suksesi yang sering kita dengar.

Sebutlah hal ini merupakan sebuah doktrin, jauhkanlah kami dari gadaan syaiton dan Jin, namun pada prakteknya Jin itu justru diberi makan sehingga menjadi sebuah kebiasaan didepan rakyat berjanji mensejahterakan namun nyatanya banyak yang dicokok KPK dalam OTT. 

Politik pada dasarnya adalah menerapkan strategi, mencatut arwah, mencatut bangsa jin kalau hal itu dapat menguntungkan dalam perolehan suara adalah hal yang lumrah walaupun diluar nalar. Namun, mencatut arwah atau bangsa jin masih lebih baik dari pada bagi2 uang atau sembako yang tidak sesuai aturan yang berlaku.

Dinamika politik, makin demokrasi semakin banyak cara digunakan digunakan dalam meraih simpati termasuk menggunakan pengaruh agama. Bangsa Indonesia yang mayoritas memeluk ajaran Islam memang menjadi sebuah tantangan bagi parpol nasionalis yang sekular. Namun, rakyat sesungguhnya memilih pimpinan bukan atas dasar kesamaan agama. Gerakan 212 hanya sebuah kasus terjadi di DKI namun pengaruh politisnya juga dirasakan oleh parpol nasionalis. Deklarasi antipolitisasi mesjid yang belum lama didekalrasikan bukanlah mewakili rakyat umumnya namun lebih mewakili kepentingan politik yang nasionalis.

Negara ini sudah memiliki ideologi Pancasila yang menjamin kesatuan bangsa, dinamika politik yang berkembang, walaupun menyebut partai sektarian pada dasarnya garis yang ditempuh adalah nasionalis, menggunakan nama Islam semata mata untuk mencari basis pendukung. Begitu juga dengan membawa hal2 ghaib seperti berkomunikasi dengan arwah merupakan strategi politik pencarian dukungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline