Lihat ke Halaman Asli

OTT KPK, Target Apa yang Akan Diraih?

Diperbarui: 16 Mei 2018   01:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Untuk kesekian kalinya KPK melakukan OTT baik Calon kepala daerah maupun pejabat kepala daerah dan terakhir KPK menangkap Bupati Bengkulu Selatan. Dari penangkapan Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud, KPK menyita uang tunai sekitar Rp 100 juta. Diduga  uang tersebut terkait transaksi suap terkait fee proyek.

Padahal bukan rahasia lagi, bayar dimuka untuk mendapatkan proyek sudah seperti aturan yang tidak tertulis antara rekanan proyek dan kepala daerah, hanya faktor apes saja menjadi target KPK. Mengapa bisa terjadi seperti itu.

Adalah system penganggaran yang berlaku dan menjadi perda setelah dirapat paripurnakan Oleh DPRD, anggaran tersebut sudah dimark up atau digelembungkan berdasarkan harga satuan yang ditetapkan. Namun alasan penggelembungan tersebut menjadi asumsi yang baku karena perhitungan harga satuan adalah untuk masa kedepan atau proyeksi yang nantinya ditetapkan sebagai Perda.

Dengan system penganggaran yang berlaku seperti itu pastinya tinggal dihitung saja "jatah" kepala daerah yang sudah mengeluarkan biaya tidak kecil untuk meraih jabatan. Sehingga, kalau tidak tebang pilih, semua kepala daerah dapat menjadi target KPK.

Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan seringnya OTT KPK  "menangkapi" kepala daerah dapat menjadikan pemerintahan daerah bersih? Pastinya tidak, anggaran yang sudah dimark up dan sudah menjadi perda tersebut tidak berubah, kemungkinan yang akan terjadi adalah penyerapan anggaran yang terhambat, dilaksanakan  akan diintip KPK, tidak dilaksanakan juga salah karena sudah menjadi peraturan yang harus dilakasanakan oleh kepala daerah.

Yang menjadi pertanyaan, apakah OTT yang sering dilakukan adalah memang penegakan hukum atau untuk mencari aman? Seperti kita ketahui bersama, ketika KPK menyentuh institusi hukum terjadi friksi yang berakhir dengan lengsernya pimpinan KPK. 

Sebab, kepala daerah adalah sasaran yang paling empuk karena praktik setor dimuka untuk mendapatkan proyek bukan menjadi rahasia lagi diantara rekanan dan  setiap OTT hampir seluruhnya melibatkan rekanan swasta.  Seperti dalam OTT Bupati Bengkulu Selatan, walaupun KPK belum menyebut proyek apa yang dimaksud,  selain Bupati , ikut diamankan PNS, pihak swasta, dan anggota  keluarga.

Kasus mega korupsi E KTP misalnya sampai saat ini hanya menyentuh beberapa orang dari sekian bnayak pihak yang diindikasikan terlibat, namun kesamaanya dengan praktik didaerah juga melibatkan pihak swasta.

Artinya, budaya suap itu sudah diterima oleh para rekanan karena umunya mengerti bahwa anggaran sudah di mark up, sebagian dari nilai proyek tersebut adalah "titipan" para pemegang keputusan. Bagi hukum, tindakan tersebut dikatagorikan sebagai suap, namun realnya adalah uang negara yang diterima melalui rekanan.

Sebaliknya dalam kasus pembebasan tanah RS Sumber Waras, walaupun BPK menemukan indikasi kerugian negara namun KPK tak menemukan penyimpangan.  Wajar kalau banyak pihak menilai KPK tebang pilih seperti yang dilontarkan oleh Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah.  Sayangnya, suara Fahri Hamzah dianggap sebagai suara oposan, bukan wakil rakyat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline