Down Payment ( DP ) atau uang muka dipandang dari sudut resiko perbankan memang diperlukan untuk menjaga kemungkinan kerugian manakala terjadi kemacetan pembayaran kredit. Namun harus diingat pula, uang muka sesungguhnya ditetapkan berdasarkan taksasi harga pasar yang dibuat oleh team apraisal independen, bukan ditentukan oleh penjual yang dalam hal ini adalah pengembang.
Bisa saja, pengembang menetapkan harga taksasi diatas harga riel, kemudian harga itu dilakukan discount yang diberlakukan seolah-olah sebagai uang muka, apabila bank menyetujuinya maka akan terjadi DP 0 %. Semacam ini adalah trik dagang dalam membuat harga yang diterima yang selanjutnya menjadi harga pasar.
Harga property sesungguhnya lebih ditentukan oleh faktor psikologis baik dilihat dari prestise ataupun prospek komersialnya, tidak ada standar harga baku. Dalam satu wilayah usaha pengembangan perumahan, jika satu unit berhasil laku terjual, harga itu dapat menjadi standar harga keseluruhan areal.
Trik pengembang biasanya menetukan harga jual dengan proyeksi keuntungan yang diharapkan, jika satu unit terjual, maka seluruh areal dengan sendirinya terjadi revaluasi harga dan revaluasi harga ini mempengaruhi taksasi yang dibuat team apraisal perbankan sebagai dasar pencairan kredit.
Sederhananya, uang muka rumah adalah safety margin yang diperlukan dalam pemberian kredit oleh perbankan untuk menjaga kemungkinan kerugian yang ditimbulkan apabila terjadi kemcetan dimana jika jaminan dilelang masih dapat menutup kredit macet tersebut.
Kalau kita lihat polecy yang diambil oleh pemerintah DKI yang melakukan penggusuran dan memindahkan ke Rusunawa, sesunggunya para "korban" gusuran telah kehilangan haknya secara paksa. Program DP 0 % yang dilempar oleh Anies - Sandi menjadi polemik lebih disebabkan karena karena mematahkan Program Rusanawa yang digagas oleh Ahok - Djarot.
Kita ambil contoh pembangunan pasar dibanyak daerah umumnya, pemerintah daerah melalui persetujuan DPRD memberikan Hak Penguasaan Lahan ( HPL ) kepada pengembang untuk dibangun pasar yang sekanjutnya dijual kepada pengembang melalui Kredit perbankan.
Sesungguhnya, hal semacam ini bisa dilakukan untuk pembangunan rumah susun dimana kerugian yang diderita oleh korban gusuran diperlakukan sebagai uang muka untuk mendapatkan Rusun yang dibangun diatas tanah HPL. dengan kredit perbankan.
Ide tersebut menjadi polemik lebih disebabkan karena kepentingan politik dimana sesungguhnya Ahok menerapkan kebijakan kependukan berdasarkan aturan yang boleh disebut gaya pedagang yang tidak mau rugi sehingga menempatkan posisi masyarakat pada posisi yang bersalah.
Uang muka nol persen sangat mungkin diwujudkan sepanjang hak-hak masyarakat dihargai sehingga akan lebih mudah menata pemukiman penduduk dimana tujuan sebuah pemerintahan adalah memanusiakan dan mensejahterakan warganya.
Sepanjang masyarakat dihargai hak-haknya, bukan tidak mungkin akan memperoleh dukungan, tidak perlu harus membuat pencitraan atau melakukan kecurangan dalam pemilihan karena pada dasarnya memilih pemimpin adalah sebuah kerelaan.