Lihat ke Halaman Asli

Mampukah Ahok Bertahan?

Diperbarui: 8 November 2016   03:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan telah mendapat petunjuk sangat penting soal kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, menyusul pengakuan pengunggah video yang melakukan salah transkrip. Dalam video yang beredar luas di media sosial, Basuki terlihat mengatakan "... Kan bisa saja dalam hati kecil, Bapak-Ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongi pakai surat Al-Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu." Belakangan, pengunggah video bernama Buni Yani mengakui salah melakukan transkrip sehingga terbaca "... dibohongi surat Al-Maidah 51" -- tanpa kata "pakai".

Interprestasi dari sebuah kalimat bisa saja berbeda antara pihak yang satu dengan lainnya.  Dalam video yang menggunakan "pakai", Ahok menunjuk pelakunya menggunakan surat Al Maidah 51 untuk membohongi.  Sedangkan pada transkrip tanpa kata "pakai" menunjuk pada suratnya. Bisa saja interprestasinya demikian atau lainnya dan itu sangat tergantung dari penunjukkan saksi ahli yang dimintai pendapatnya.

Seperti halnya dalam perkara Jessica, tak satupun pendapat ahli penasehat hukum dipertimbangkan pendapatnya untuk menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun kepada Jessica. Walaupun rencananya gelar perkara dilakukan secara terbuka seperti hal persidangan Jessica yang bisa disaksikan melalui siaran audio visual namun keputusan tetap berada ditangan aparatur.

Dari penjelasan tersebut diatas, kemungkinan Ahok akan lepas dari jerat hukum karena Ahok tidak menyebut pelakunya. Hukum bisa saja berpendapat demikian namun sebelumnya  menjadi viral dimedsos yang menyebut ada upaya mengganti terjemahan resmi surat itu yaitu " Pemimpin-Pemimpin" diganti menjadi "Teman - Setia ". Sehingga disini terdapat indikasi  korelasi antara statemen Ahok  penggantian terjemahan resmi "pemimpin' menjadi "teman setia".  Kata "dibohongi" bisa saja berkait dengan terjemahan yang dirubah, bukan pemimpin tapi teman setia.  Jika terjemahan tersebut "teman setia" maka jangan memilih pemimpin kafir merupakan kebohongan dari surat yang digunakan itu.

Dalam konteks pilkada, " Pemimpin"  bisa diartikan sebagai gubernur sehingga surat tersebut dianggap merugikan Ahok yang non muslim dalam mendulang suara dukungan.  Jangan memilih pemimpin kafir, kata2 seperti ini menjadi umum didalam persaingan perebutan orang no 1 DKI dan Ahok yang ikut berkompetisi terpancing menjawab yang menimbulkan kemarahan umat muslim.

Sesungguhnya, pihak kepolisian berada pada posisi yang dilematis sebab masyarakat yang turun kejalan tersebut sudah meyakini terjadi penistaan agama. Penolakan adanya kampanye Ahok - Djarot mulai terjadi sehingga pasangan ini membatalkan beberapa acara kampanye karena dinilai suasana tidak kondusif.  Bukan tidak mungkin hal seperti itu akan terus terjadi apapun keputusan hukum terhadap Ahok sebab gerakan massa tersebut sudah bercampur kepentingan politik.

Yang menjadi pertanyaan, mampukah Ahok bertahan ? Persoalan bukan hanya oleh statemen Ahok semata tetapi sudah masuk ranah kepentingan politik yang rawan terjadinya konflik baik vertikal maupun horizontal. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline