Lihat ke Halaman Asli

Haris Azhar Dilaporkan ke Bareskrim, Mengapa?

Diperbarui: 4 Agustus 2016   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koordinator Kontras, Haris Azhar di Kantor Kontras, Senen, Jakarta, Minggu (19/6/2016). (Kompas.com)

Presiden Joko Widodo meminta aparat penegak hukum yang terlibat peredaran narkoba dihukum secara tegas sesuai aturan yang berlaku. Hal tersebut disampaikan Presiden menanggapi pengakuan bandar narkoba yang kini sudah dieksekusi mati, Freddy Budiman, kepada Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar dilaporkan ke Bareskrim Polri. Ia dilaporkan oleh Kepolisian RI, TNI, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) terkait kesaksian Freddy Budiman yang dibeberkan Haris ke media. Haris dituduh melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul membenarkan bahwa Polri, TNI, dan BNN melaporkan Haris atas tuduhan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya yang marak dalam pemberitaan media. Itulah cuplikan berita-berita yang saya kutip dari Kompas.com, saudaranya Kompasiana 

Itulah hukum kita yang berpedoman pada bukti, apalagi bukti itu kesaksian orang yang sudah meninggal dunia, bisa bermakna fitnah. Dua alat bukti yaitu cerita Haris di media cetak atau media online dan pembaca adalah bukti yang mungkin digunakan untuk membidik Haris melakukan tindak pidana yang ancamannya adalah kurungan badan.

Kasus ini tak jauh berbeda dengan yang menimpa Ongen yang akhirnya dibebaskan yang menjadi gambaran begitu mudahnya memenjarakan orang karena tidak suka dengan apa yang diungkapkan oleh Ongen. Pasal marah, pasal jengkel atau pasal sakit hati, apalagi yang marah atau sakit hati memiliki kekuasaan begitu mudahnya menggelinding ke pengadilan dan menjadi alasan seseorang dikurung.

Cerita kurung mengurung semacam ini bukan hanya dialami oleh Ongen, anggota polisi pun tak luput dari kurungan oleh pasal yang tidak jelas. Entah mengapa tiba-tiba anggota polisi yang satu ini ditangkap oleh temannya sendiri. Berawal dari dua orang yang tertangkap tangan menguasai sabu oleh Pomal, sepuluh hari kemudian seorang anggota polisi, sebut saja bernama Budi ditangkap oleh temannya sendiri. 

Merasa yakin tidak ada kaitannya, sang istri mempraperadilankan institusi di mana suaminya bernaung. Putusan praperadilan menyatakan penahanan sah dengan argumentasi atau pertimbangan hakim bahwa 2 orang yang ditangkap Pomal adalah tersangka dan menjadi saksi Budi.

Kalau ada ketidakberesan, putusan praperadilan itu akan menjadi bumerang, walaupun menang tetapi membongkar praktik kriminalisasi sebab yang disebut adanya dua orang tersangka yang menjadi saksi Budi sudah dilepaskan entah ke mana rimbanya. Sudah perpanjangan penahanan sampai kedua kalinya belum juga P21 karena dua alat bukti ternyata fiktif atau tidak ada. 

Dua orang anggota polisi di BAP setelah putusan tersebut, dua orang anggota lagi harus terkurung untuk menggantikan tersangka yang sudah dilepaskan agar bisa P21.Namun sudah terlanjur sudah ada putusan praperadilan akan langsung terlihat dua orang tersangka ditukar dengan anggota polisi tersebut.

Mengapa terjadi demikian? Latar belakangnya diduga karena masalah internal dalam kepolisian itu sendiri, Budi secara tak sengaja membongkar penyimpangan hukum yang dilakukan oleh oknum penyidik, sebut saja dia mengungkap praktik mafia hukum yang mungkin saja dapat mencoreng kredibilitas institusinya.

Kembali pada cuplikan berita di atas, apa yang diinginkan Presiden bertolak belakang dengan yang dilakukan institusi hukum itu sendiri yang tidak suka dengan apa yang dungkap oleh Haris. Tidak jauh berbeda dengan Budi yang anggota polisi dalam satuan Sabhara ini harus mengalami hari-hari apes dalam tahanan lebih karena dugaan ketidaksukaan oknum penyidik yang merasa "terganggu". Akhirnya, perkara berkembang ke mana-mana membuat para polisi itu saling "berkelahi" sendiri. Intinya, tidak ada borok yang bisa ditutupi dengan borok akan membuat borok itu makin tercium.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline