Lihat ke Halaman Asli

Ahok Kini Terkepung Berbagai Persoalan

Diperbarui: 8 April 2016   03:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang hakim seharusnya memiliki integritas yang tinggi sehingga putusan yang diawali dengan kata kata demi Ketuhanan Yang Maha Esa dapat dipertanggung jawabkan baik didunia maupun di akherat. Sebelum diambil kesaksiannya, setiap saksi harus disumpah dibawah kitab suci sebagaimana kepercayaanya. Sumpah demi tuhan kita maknai semua yang akan disampaikan adalah kebenaran. Lalu bagaimana kalau seorang hakim merubah kesaksian para saksi dalam putusannya sehingga berubah makna sesuai keinginan pemesan ?

Saya minta kepada seseorang menjadi saksi gugatan saya, dia adalah salah seorang yang menjadi korban sebut saja mafia hukum, dalam kesaksiannya dia menyatakan haknya belum diselesaikan oleh tergugat. Dia tidak memiliki pendidikan tinggi tapi cukup mengerti akan haknya yang harus diterima mewakili kepentingan banyak orang.

Putusan hakim, gugatan saya ditolak dengan salah satu pertimbangan hukumnya tertulis saksi itu haknya telah dilunasi.  Saya tunjukkan putusan pengadilan kepada saksi itu, gugatan tidak diterima karena anda sudah menerima haknya secara penuh, ini  kata Pak Hakim, jelas saya. Sumpah serapah keluar dari mulutnya, ini fitnah katanya. Saya cegah dia berbuat anarkis mencari rumah Pak Hakim bersama korban-korban lainnya.

Masih ada upaya banding, kata saya dan meminta mereka untuk membuat pernyataan bahwa  haknya belum diterima tidak sebagaimana yang tertulis dalam pertimbangan hakim yang menyatakan sudah dilunasi. Sayapun berusaha menemui Panitera Pengganti yang mencatat kesaksian dan majelis hakim namun tak satupun ada ditempat yang maksudnya ingin menyampaikan kesaksian yang kebetulan direkam oleh pengacara saya.

Peradilan yang saya temui, jangankan kesaksian, isi aktapun bisa dirubah, majelis hakim menghilangkan kewajiban yang harus diselesaikan oleh tergugat yang jelas disebut didalam akta. Kejadian tersebut saya laporkan kepada komisi Yudisial, setali tiga uang, laporan saya tidak masuk ranah pelanggaran kode etik. Perkara menyangkut tanah ini akhirnya saya bawa ke BPN, dengan bukti yang saya miliki akhirnya sertifikat tanah diblokir padahal tergugat sudah banyak mengeluarkan uang untuk membangun diatas tanah itu. Tak pelak lagi, pelaku harus menanggung derita sendiri, harta bendanya melayang, tanah yang diperoleh dengan membeli legalitas tak dapat dikuasainya karena dua instutusi negara tidak sejalan.

Diatas adalah sebagai ilustrasi apa yang saya hadapi, seorang "pemain" dalam dunia usaha biasa melakukan hal semacam diatas, untuk meraih keuntungan yang besar bisa saja dengan melakukan pembelian legalitas karena transaksi jabatan sudah menggurita disegala lini.

Terkait kasus suap DPRD DKI  oleh PT. Agung Podomoro, SK Gubernur DKI no 2238/2014 mulai masuk ranah pengadilan Tata Usaha Negara yang mulai digelar. Tergugat dan penggugat saling mengeluarkan dalil masing-masing yang menyatakan Gubernur tidak berwenang dan sebaliknya.  Melihat prilaku transaksi jabatan sudah masuk kesegala lini, diperkirakan majelis hakim PTUN akan memenangkan Ahok. Ada tidaknya transaksi jabatan akan menjadi ranah KPK untuk menyelidikinya.

Hukum bisa ditafsirkan sesuai dengan kepentingan, sebuah putusan kontroversil beberapa waktu yang lalu yang membebaskan pembakar hutan dengan dalil, api tidak merusak lingkungan karena tanaman akan tumbuh kembali. Begitu juga terhadap putusan PTUN nantinya, bisa saja hakim menyatakan kewenangan Ahok untuk melindungi kepentingan pemodal.

Kalaupun Ahok mampu lolos dari gugatan PTUN, publik masih menunggu hasil pemeriksaan terhadap Sunny Tanuwidjaja yang disebut oleh KPK sebagai staff khusus Gubernur. Sunny yang disebut oleh Mohamad Sanusi sebagai penghubung antara PT. Agung Podomoro Land dan dirinya telah dicekal oleh KPK bersama boss Sedayu.

Menjelang pilgub 2017 mendatang, kini Ahok dikepung berbagai persoalan mulai dari kasus tanah Sumber Waras yang mulai meredup seiring dengan pemberitaan kasus suap DPRD. Perhatian publikpun terpecah, patah tumbuh hilang berganti yang endingnya entah kemana. Apalagi KPK menyasar tentang kontribusi pengembang yang disebut 15 % oleh Ahok atau 5 % oleh Mohamad Taufik.  

Padahal dalam dunia pengembang kontribusi alokasi peruntukan fasos dan fasum pastinya akan menjadi beban pembeli, selama harga jual diterima alokasi tersebut bukanlah sebuah persoalan.  Sebab, semakin luas ruang terbuka, harga jual tanah semakin tinggi, apalagi kalau dijual dengan rumah siap jual dengan system KPR bank, harga tanah terkamulflase karena menjadi harga satuan tanah dan bangunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline