Lihat ke Halaman Asli

Kereta Cepat, Cepat Sampai atau Cepat Ambruk?

Diperbarui: 27 Januari 2016   02:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tanggal 24 April 2014 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah, Surat Menteri Pertahanan Nomor B/70/M/1/2016 tanggal 15 Januari 2016 tentang rekomendasi penggunaan lahan Kemhan/TNI dhi. TNI AU.

Kemudian, Surat Kasau Nomor B/39-09/32/16/Disfaskonau tanggal 13 Januari 2016 tentang tanggapan atas penggunaan BMN TNI AU Lanud Halim Perdanakusuma oleh PT Kereta Cepat Indonesia China.

Mengacu dasar diatas, dengan hormat dilaporkan bahwa lokasi pembangunan stasiun kereta cepat atau HST (high speed train) Jakarta - Bandung dan stasiun LRT (light rail transit) di Komplek Trikora Lanud Halim Perdanakusuma pada lokasi yang direkomendasikan Kementerian Pertahanan kepada Kementerian BUMN tidak dapat disetujui.

Cuplikan berita tentang penolakan penggunaan lahan TNI AU  diatas oleh  proyek KA Cepat semakin menunjukkan pembangunan KA Cepat Bandung - JKT tidak dilakukan dengan perencanaan secara matang. Dengan adanya penolakan tersebut, feasibility study yang diperlukan dalam pengkajian untuk pengambilan keputusan sebuah investasi besar ini dibuat serampangan. Hal ini semakin menggambarkan bahwa keputusan pembangunan dari berhutang itu tidak diperhitungkan dampaknya secara ekonomi.

Pembangunan sarana transportasi semacam ini tanpa memperhitungkan umur tehnis dan ekonomis menjadi pembangunan yang bersifat spekulatif dan sangat beresiko mengalami kerugian yang dampaknya akan menjadi beban rakyat. Seolah mengulang keputusan pemerintahan orde baru yang berujung pada krisis moneter yang menobatkan Suharto sebagai "bapak pembangunan" , pendanaan kereta api cepat ini memanfaatkan umpan yang sama yang membuat Indonesia dikendalikan oleh IMF dengan dalih pemulihan ekonomi.

Membandingkan pemerintah saat ini dengan masa pemerintahan SBY selama 10 tahun tentunya merupakan sebuah perbandingan bermuatan politik, bukan merupakan sebuah perbandingan prestasi.  Justru perbandingan seperti ini yang dapat menjerumuskan bangsa pada lobang yang sama seperti terjadi 1998.

Adalah Partai Golkar yang menjadi mayoritas tunggal yang bertugas menggangguk atas nama rakyat apa yang diputuskan oleh pemerintahan orde baru yang menyulap hutang menjadi bantuan. Sisa-sisa gaya semacam itu masih eksis hingga saat ini dengan memperbandingkan prestasi pemerintahan sebelumnya yang dibangun melalui media. Publikpun terbelah, DPR yang tidak dapat disetir disiasati dengan menunjuk bank BUMN sebagai garantor. Golkarpun merapat kepemerintah. Padahal, apa yang diwariskan oleh pemerintahan orde baru adalah negara dalam keadaan bangkrut yang dipaksa tunduk oleh IMF.

Mengembalikan kedaulatan bangsa oleh karena jeratan hutang adalah sebuah prestasi luar biasa dimana sebagai negara berdaulat, Indonesia berhak memutuskan nasibnya sendiri tanpa harus minta persetujuan IMF. Namun hal ini bukan tanpa pengorbanan, daerah yang penduduknya jarang menjadi tidak terbangun karena prioritas pemerintah adalah melunasi hutang IMF. Suara-suara mengumandangkan disintegrasipun sempat berkumandang yang diredam dengan pemekaran wilayah yang memberi peluang kekuasaan didaerah dan korupsipun semakin merata oleh karena biaya politik yang semakin mahal.

Dalam situasi demikian, proyek menjadi lahan pengembalian modal politik, anggota dewan yang memiliki kewenangan pada pembahasan dan pengesahan anggaranpun mengambil peran. Transaksi jabatanpun terjadi, seorang anggota DPR RI tertangkap tangan dalam operasi OTT oleh KPK baru-baru ini.

Pembangunan menjadi jargon politik untuk menarik simpati publik namun dibaliknya merupakan sebuah permaianan pengembalian modal politik. Mediapun dimanfaatkan untuk membangun opini untuk mendukung mega proyek yang berasal dari pinjaman.  Inilah yang menjadi kekhawatiran banyak pihak sehingga menimbulkan polemik berkepanjangan yang membelah publik menjadi pro dan kontra.

Pinjaman apa sesungguhnya seolah banyak yang menawarkan pinjaman kepada Indonesia ?. Apakah karena Indonesia negara dipercaya pada peringkat korupsi di Indonesia golongan kampiun ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline