Makin hari, skandal Bank Century makin banyak membuat kejutan sekaligus makin terlihat adanya upaya politisasi. Betapa tidak, nama Haposan Hutagalung yang semula masyarakat mengenalnya sebagai pengacara Gayus Tambunan dan akhirnya menjadi pesakitan seperti kliennya karena terlibat pembagian uang yang dikuasai Gayus Tambunan. Kini, nama itu tiba2 muncul terkait dengan perkara debitur Bank Century yang menerima kucuran dana Rp 360 Milyard. Berkat Haposan pula sebagai pengacara Tariq Khan, nama debitur itu yang diputus bersalah dan mendapat ganjaran hukuman sangat ringan, hanya 8 bulan penjara dan denda Rp. 10 milyard. Sementara Linda Wangsadinata, mantan kepala cabang Senayan Bank Century atas tugasnya diperintah atasan harus menerima ganjaran jauh lebih berat yaitu 10 tahun dan denda 10 milyard. Nama Haposan Hutangalung ini tiba-tiba muncul dalam rapat tim pengawas kasus Bank century di DPR, membuat pimpinan DPR terkejut sebab informasi ini muncul belakangan yang setelah cukup lama panitya angket DPR dibubarkan dan kemudian menyusul keputusan DPR memvonis Sri Mulyani bersalah secara politik.
Adalah Sugianto Sulaiman, kuasa hukum terdakwa kasus pencairan kredit di Bank Century Linda Wangsadinata, yang memunculkan nama itu didalam rapat DPT. Kuasa hukum mantan Kepala Cabang Senayan Bank Century itu menyatakan Haposan adalah pengacara penerima dana kredit dari Bank Century Tariq Khan. Dalam kasus ini, Bank Century telah mengucurkan dana kredit kepada empat perusahaan yaitu PT Cantingan Mas Pradasa, PT Wibowo Wadah Rejeki, PT Accent Investmen Indonesia, dan PT Signature Capital Indonesia. Keempat perusahaan tersebut adalah milik Tariq Khan. Dalam rapat tersebut Kuasa Hukum Linda, Sugianto meminta keadilan bagi kliennya. Ia memaparkan kliennya harus menerima tuntutan 10 tahun dan denda Rp10 miliar sementara menerima uang yaitu Tariq khan hanya dihukum 8 bulan penjara. Agaknya kasus ini sama dengan yang dialami oleh Arga Tirta Kirana, mantan kepala kredit bank century ini harus menerima ganjaran hukuman yang sama beratnya dengan Linda. Ini suatu kejadian hukum yang luar biasa hebatnya, pegawai bank century seperti sudah disetting menerima ganjaran yang sama bagai program komputer, imput data nama, hasilnya sama yaitu ganjaran hukuman 10 tahun dan denda 10 milyard sementara yang menikmati uang hasil jarahan, mungkin vonisnya ada tetapi hukuman badannya hanya formalitas.
Mungkin bagi masyarakat awam yang tidak memahami mekanisme kredit perbankan, vonis terhadap Linda maupun Arga sulit untuk memahami secara persis letak keganjilannya. Sebagaimana perbankan umumnya menerapkan system keputusan bottom up dalam keputusan pemberian kredit dimana analist kredit ditempatkan sebagai ujung tombak dan pimpinan cabang bertindak sebagai pengawas. Keputusan adalah bersifat kolektif menyangkut aspek kelayakan, legalitas jaminan dan tentu saja penanggung jawab utama yang biasanya dengan memberikan batasan jumlah yang boleh diputuskan oleh cabang melalu jabatan yang diberi wewenang. Ini adalah standart baku dalam mekanisme keputusan pemberian kredit perbankan manapun. Melihat angka Rp 360 milyard yang diterima oleh Tariq`khan itu dapat dipastikan jumlah tersebut bukan wewenang kepala cabang, kemungkinan besar keputusan direksi di Kantor Pusat yang tak lain adalah keputusan Robert Tantular. Tidak mungkin ada bank swasta yang memberikan wewenang penyaluran kredit sebesar itu, bank papan atas milik pemerintah saja hanya berkisar Rp. 3 milyard s/d Rp 10 Milyard, lebih dari itu harus persetujuan level diatasnya atau kantor pusat. Namun, pengajuan pinjaman itu dapat melalui kantor cabang, ini hanyalah menyangkut tehnis semata melihat domisili debitur untuk mempermudah pelayanan. Celah inilah yang menjerat para pegawai bank century tersebut yang dipakai oleh direksi bank century sebagai bumper agar lepas dari resiko hukum. Perintah penyaluran pinjaman seperti ini dapat dilakukan secara lisan oleh direksi, hal ini sulit ditolak oleh kepala cabang karena merupakan kelaziman tehnis semata. Persoalannya, pengadilan akan melihat bukti hukum, apalagi pengadilan sudah diatur oleh pengacara semacam Haposan, mekanisme seperti itu pasti dihilangkan sebagai pertimbangan hukum untuk meringankan tuntutan kepada kliennya, tentunya mata hukum akan tertuju kepada kepala cabang, bukti hukum tidak tertuju pada direksi. Mestinya, mekanisme seperti ini dipahami oleh panitya angket DPR jika menginginkan kebenaran sehingga wajarlah jika KPK tidak dapat menindak lanjuti rekomendasi angket DPR.
Pernyataan Priyo Budi Santoso yang terkejut mendengar Haposan Nainggolan terlibat sebagai pengacara debitur Bank Century yang mendapat hukuman ringan sesungguhnya juga mengejutkan kita semua. Sebab, hal ini mencerminkan betapa miskinnya SDM para politisi kita yang terlibat dalam panitya angket yang tidak mampu membaca permainan bank century. Sebaliknya kita juga terkejut, betapa hebatnya kepandaiannya para politisi kita menyulap permainan pembobolan bank century menjadi komoditas politik membohongi rakyat, mengeluarkan rekomendasi yang memang tidak dapat dilaksanakan oleh KPK. Lambat tapi pasti, kebusukan akan tercium oleh rakyat, dihadapan kita ada Linda dan Arga sebagai martir century yang akan membuka kebenaran. Rakyat selama ini telah terkecoh permainan kotor negeri ini, namun hukum yang tidak adil itu justru akan menyadarkan rakyat bahwa sesungguhnya DPR telah melakukan sebuah konspirasi menututpi kebusukan untuk kepentingan politiknya. Priyo Budi Santoso pantas untuk terkejut, sangat pantas untuk terkejut karena kebenaran akan menang dengan sendirinya. Sedikit demi sedikit skandal century mulai terbongkar, orang2 yang dikorbankan mulai bersuara mengetuk hati nurani rakyat. Perlukah peradilan rakyat untuk menuju sebuah kebenaran ?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H