Lihat ke Halaman Asli

Hajipun Menjadi Pembohong

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alhamdulillah, rombongan penerbangan pertama bagi Haji 2010 telah  sampai di Madinah semalam,mereka akan berada di Madinah selama 10 hari.Semoga jemaah Haji 2010 kali ini mendapat Haji yang mabrur dengan keizinan dariNya dan diharap mereka selamat pergi dan pulang ke tanahair nanti.  Seperti itu kira2 cerita tentang perjalanan ibadah Haji sebagai salah satu  pemenuhan kewajiban bagi pemeluk agama islam.  Melaksanakan rukun islam sebagai  mana yang diwajibkan oleh ajaranNya adalah sebagai tanda ketaatan pada ajaran Allah itu. Namun apakah mental dan prilaku dapat mengikuti seperti yang diajarkan ?.  Tidak !. Sebab, aturan yang membatasi keinginan setiap jemaah haji memaksa mereka untuk berbuat kebohongan.  Kebohongan itu sendiri timbul karena melaksanakan ibadah haji menjadi sebuah pristise kedudukan sosial, bukan murni karena panggilan ajaran agama sehingga dalam kenyataannya antara perbuatan dan status yang disandangnya tidak seiring sejalan.

Status sudah menunaikan ibadah haji menjadi status kedudukan sosial sehingga kita dapat menjumpai banyak orang menempatkan statusnya itu didepan namanya bagai sebuah prestasi seperti halnya menempatkan gelar akademiknya.  Pergeseran nilai tersebut menimbulkan kebiasaan melaksanakan pesta yang pada dasarnya adalah dalam rangka memohon doa keselamatan perjalanan yang diimbali tanda mata sepulang dari perjalanan itu tak bedanya dengan perjalanan wisata. Disinilah kebohongan itu dilakukan, tanda mata serta oleh2 yang banyak itu dibeli Pasar`Tanah Abang, Jakrata, mulai dari penganan khas Arab sampai perlengkapan simbol islami maupun air zamzam.  Seorang kerabat atau handai taulan dengan senang hati mendapatkan selembar sajadah atau peci putih dari kerabatnya yang baru pulang menunaikan ibadah haji, sipemberi tidak mungkin mengatakan apa yang diberikan itu dibeli dipasar  Tanah Abang, maka tanpa disadari dia telah melakukan kebohongan agar pemberiannya itu memang dibeli di tanah suci.  Tetapi kebohongan tersebut telah menjadi tradisi, 200 ribu jemaah haji yang berangkat ketanah suci, maka paling tidak 2 juta orang menjadi korban kebohongan.

Sesungguhnya prilaku semacam ini bukan masalah yang besar, tetapi prilaku seperti ini merupakan gambaran dari sebuah keadaan dimana kita sulit menemukan lagi kejujuran. Kebohongan itu bisa kita temukan disemua sendi kehidupan baik kehidupan beragama maupun kehidupan sosial kemasyarakatan.  Seseorang yang mengikuti aturan yang berlaku maka dia akan dipandang sebagai orang yang kikir karena hanya dapat membawa oleh2 yang terbatas sepulang dari tanah suci.  Dengan pola pandang kehidupan sosial yang demikian, kebohongan menjadi hal yang lumrah  yang pada akhirnya dari satu kebohongan berlanjut kebohongan yang lain.  Artinya, ketaatan pada agama dimana seharusnya menciptakan manusia yang taat aturan sulit diikuti dalam kehidupan sosial yang berkembang seperti saat ini.

Ketika tokoh lintas agama menuding pemerintah telah melakukan kebohongan maka tak mengherankan apabila justru mendapat sanggahan dan tentangan karena tokoh agama sendiri tidak dapat membimbing umatnya agar bersikap jujur yang tentu saja umat itu termasuk yang duduk dalam pemerintahan. Mungkin saja fatwa haram tidak menyebut oleh2 dari tanah abang adalah sebagai salah satu cara mendidik umatnya agar berkata jujur. Tetapi fatwa itu akan membuat kecewa para pelaku bisnis oleh2 haji yang mungkin mempunyai omset yang tidak sedikit.  Namun harus diingat pula, munculnya bisnis oleh2 haji itu karena situasi sosial yang menyebabkan tokoh ajaran islam tidak mengingatkan larangan berbuat bohong.  Tokoh agama mestinya menyadari, bahwa sesungguhnya kebohongan itu memang dibiarkan berkembang, bibitnya adalah bohong oleh2 itu karena hal itu terkait dengan pelaksanaan ibadah agama. Terlihat spele saja, tetapi hal ini mencerinkan bahwa kebohongan itu direstui. Oleh karena itu, jika pemerintah berbuat kebohongan karena benih kebohongan itu terus dipupuk seiring berkembangnya bisnis oleh2 haji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline