Lihat ke Halaman Asli

Teknologi Vs Kekuasaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemajuan Teknologi Komunikasi bukan berarti dapat bebas dimanfaatkan terutama untuk menyampaikan pendapat.  Kini, kebebasan bersuara di Arab Saudi makin sempit.pasalnya pemerintah Arab Saudi membuat aturan baru yang memaksa semua media online dan blogger  harus mendaftarkan diri  ke pemerintah. Aturan baru tersebut memaksa media online dan blogger mendaftar ke Kementrian Kebudayaan dan Informasi. Berdasarkan aturan baru, semua penulis online (forum2 online dan SMS)  membutuhkan  lisensi yang akan berlaku selama tiga tahun. Pemerintah Saudi mengatakan hal ini dilakukan guna melindungi masyarakat dan merupakan bagian dari program sensor konten. Terlebih, Arab Saudi merupakan salah satu negara dengan jumlah blogger tertinggi di dunia. Mereka yang ingin membuat ‘SIM’ ini setidaknya berusia 20 tahun dan telah lulus dari sekolah tinggi. Seperti dikutip TG Daily, selain itu mereka butuh ‘surat keterangan perilaku baik’. Sementara itu, editor media online harus disetujui pihak berwenang. Siapapun yang tertangkap nge-blog tanpa ‘SIM’ akan dikenakan denda 100.000 riyal (Rp 245 juta), bahkan bisa dilarang nge-blog untuk selamanya.

Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring menegaskan Research In Motion (RIM) harus memblokir situs pornografi di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika ini juga menegaskan tidak akan memberikan toleransi kepada pihak manapun yang memberikan akses pornografi. Jika ancaman ini tidak ditaati Research In Motin (RIM), pemerintah akan menempuh jalur hukum. Hingga saat ini, pemerintah belum menerima pernyataan apapun dari RIM karena mereka beralasan masih masa liburan di Kanada.Kadang niat baik tak sepenuhnya mendapat respon positif. Hal ini pula yang dialami Tifatul Sembiring. Pilihan angle dalam melansir sebuah kebijakan berdampak misleading bagi publik. Isu yang lebih menonjol adalah penutupan situs porno ketimbang penegakan hukum. Akibat salah angle inilah, bisa saja, Tifatul bisa mendapat tekanan agar direshuffle  dari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) sekuel kedua ini.

Pernyataan yang disampaikan Tifatul pada hakikatnya tidak ada masalah secara substansial . Jika pun menimbulkan polemik di publik, hal itu lebih  dikarenakan  pilihan angle yang disampaikan Tiffatul tidak tepat. Soal pornografi jelas hal yang menimbulkan polemik karena memang menjadi wilayah abu-abu, kendati UU telah mengaturnya, tetapi dalam penegakkan hukumnya masih terjadi tarik ulur.  Langkah Tifatul yang misleading ini sejatinya bukan berdiri sendiri. Jika memang KPK atau instansi penegak hukum lainnya memiliki kepentingan dalam penegakan hukum, bisa saja, sesumgguhnya  Kementerian Kominfo menjelaskan secara bersama-sama ke publik terkait agenda yang jauh lebih penting daripada pemblokiran situs porno, yakni penegakan hukum.

Sejatinya, baik kerajaan Arab Saudi dan Indonesia merupakan user dari tehnologi yang diciptakan dan memandang perlu membuat aturan "pembatasan" dengan alasan untuk melindungi kepentingan masyarakat. Jika Menkoinfo merasa perlu memblokir situs  RIM dengan alasan pornografi, sebetulnya tidak perlu melihat jauh2, sebelum adanya tehnologi ini di Indonesia sudah marak dengan  pornografi. Pornografi sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan tehnologi, tehnologi akan tergantung dari penggunanya, kalau otak sudah mesum, ya tetap saja mesum, tidak tepat menyalahkan tehnologi.

Tingginya pengguna internet dikedua negara ini pada dasarnya sangat dipengaruhi kehidupan polotik dan sosial kemasyarakatan  yang membuat tekanan kebebasan dalam berpendapat. Pornografi hanyalah ekses dari penggunaan media online tersebut. Arab Saudi dapat secara tegas melakukan sensor konten karena system pemerintahan yang dianutnya masih mungkin untuk menerapkan aturan pembatasan tersebut. Berbeda dengan Indonesia yang sudah mengalami reformasi politik menuju demokrasi, sensor konten yang dilakukan seperti oleh Arab Saudi tersebut tentunya akan mendapat banyak penentangan di Indonesia. Tak terlalu mengherankan jika menkoinfo mengambil alasan pornografi untuk mengelabui alasan dibalik pemblokiran situs RIM itu.  Polemik yang timbul menyikapi wacana pemblokiran situs RIM menjadi hal sangat lumrah, tetapi agaknya menkoinfo berupaya mencounter missleading yang telah dilakukannya melalui twiter, hal ini sekaligus menunjukkan kurangnya kehati2an dalam membuat sebuah kebijakan.

Sebetulnya, salah satu perlunya pembatasan hubungan antar masyarakat lebih pada kepentingan kekuasaan, masa lalu pemerintah mengeluarkan larangan berkumpul dalam situasi politik yang panas, kini larangan berkumpul tersebut tidak mungkin dapat efektif berkat kemajuan tehnologi. Tehnologi dianggap sebagai ganjalan bagi kekuasaan tetapi  sebaliknya menjadi alat masyarakat mendapatkan informasi yang benar.  Seperti halnya kasus Gayus Tambunan, segala sesuatu menyangkut penanganan peradilan Gayus Tambunan sangat mudah tersebar melalui media online ini. Sekarang sesungguhnya yang lebih penting apakah menjalankan amanat rakyat atau membatasi rakyat untuk mendapat informasi yang benar. Agaknya, pemerintah belum siap menghadapi kebenaran yang diinginkan publik dan itu dibebankan kepundak menkoinfo, sayangnya yang terlintas adalah pornografi sebagai dasar kebijakan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline