Belum habis luka sedih kita mendengar penderitaan Sumiati, TKI yang disiksa di Arab Saudi, kini muncul lagi kisah sedih serupa yang dialami Haryatin. Di gedung DPR, Haryatin menuturkan penderitaannya,menjadi jadi TKI, jangankan berharap gaji, berharap keslamatan diripun tidak didapatkannya, akibat perlakuan bangsa Arab Saudi, kini matanya tak dapat melihat indahnya dunia ciptaan Tuhan. Haya Mubarok Said Adusry, majikannya yang menempatkan Haryatin di rumah anaknya yang bernama Fatima, karena dianggap tidak cakap kerja, Haryatin harus menerima siksaan yang menyebabkan kebutaan. Benarkah penderitaan Haryatin yang disiksa bangsa Arab Saudi ?. Mungkin penderitaan Sumiati dan suamiati lainnya akan tertutup oleh kepentingan devisa yang diperlukan negara dan para penguasa negeri kita. Mengadu Ke DPR adalah upaya agar penderitaannya didengar, tetapi kepentingan binis juga perlu didengar, kenyataannya kepentingan bisnis lebih terdengar karena lebih menyenangkan dan memberi harapan kesenangan. Dengan berbagai pertimbangan maka keluarlah opini, kasus sumiati hanya insidentil, jangan ditanggapi secara berlebih, yang lain masih butuh duit, seperti itu kira2 makna ucapan Dubes Arab Saudi. Nyawa bangsa ini tidak sebanding dengan uang yang dimiliki oleh bangsa Arab saudi, apalah arti kehilangan penglihatan, mulut sobek, bahkan tubuh TKW sehingga sangat pantas dibuang ketempat sampah jika telah tewas disiksa. Perlakuan yang sangat tidak manusia dari bangsa Arab saudi terhadap bangsa kita itu tentunya sangat memprihatinkan kita semua. Perlakuan seperti itu mungkin akan terus terulang jika bangsa kita tidak mampu mengangkat derajat sosial dengan peningkatan kesejahteraan.
Terpancing emosi kebangsaan akan membuat bangsa kita sakit hati, terpancing emosi akan menyebabkan kita membenci nama2 yang berbau arab karena umat muslim kita banyak yang menggunakan nama diri yang berbau Arab. Islam dan Arab seperti indentik, baju Arab baju Islam, berbaju Arab membawa pentungan menentang keberadaan tempat ibadah ajaran lain, berbaju Arab menghancurkan rumah ibadah ajaran lain. Perangai seperti itu bukan perangai Islam, itu perangai Arab. Banyak bangsa kita sudah buta, Arab dan Islam sudah dicampur aduk, banyak bangsa kita yang sudah tercuci otaknya mengikuti kelakuan urakan bangsa arab yang berkedok Islam. Islam yang keras, sesungguhnya bukan ajaran Islam yang mengajak kekerasan, tetapi perangai Arab yang kasar dan mau menang sendiri itu dikemas sedemikian rupa menjadi ajaran Islam. Sumiati, Haryatin dan masih banyak lagi korban yang jatuh akibat anggapan tidak cakap bekerja oleh bangsa Arab itu mungkin dapat mengingatkan kita semua bahwa budaya pentungan yang sering kita saksikan itu adalah hasil dari kemasan Arab yang menyaru Islam yang merasuk dalam prilaku umat Islam Indonesia.
Cerita tentang konflik timur tengah, konflik yang sesungguhnya merupakan konflik abadi antara suku bangsa Arab dan Yahudi yang masih bersaudara. Terlepas dari keimanan yang kita anut, bahwa faktanya dari dua bangsa ini telah lahir ajaran Tuhan yang dianut oleh bangsa2 didunia. Dan dari ajaran itu pula timbul keyakinan yang mempengaruhi sikap sa;ing bertolak belakang, disatu pihak ajaran yang berasal dari Bangsa Arab menyatakan Bangsa Yahudi adalah bangsa yang busuk, dilain pihak menyatakan bahwa bangsa Arablah bangsa yang busuk. Saling membusukkan kedua bangsa itu juga mempengaruhi sikap bangsa kita yang menganut ajaran yang berkembang dari Jazirah Arab. Kita sering mengutuk bangsa Yahudi yang mengalahkan Bangsa Arab dalam perang. Sumiati dan korban lainnya mungkin akan mengubah pandang bangsa kita yang akan mengutuk kedua bangsa itu yang saling berkelahi sepanjang zaman, dus bangsa yang tidak mau saling berdamai. Namun perkelahian dua bangsa itu harus kita sadari bukan demi ajaran agama, perkelhian itu karena memang dua bangsa itu suka dengan kekasaran dan keributan. Bangsa Arab Saudi memang sedang tidak berkelahi dengan bangsa Yahudi, kesombongan dan keangkuhannya mulai terlihat nyata, bangsa kita menjadi korbannya. Terbesit sebuah pendapat, kedua bangsa Yahudi dan Arab jangan pernah berdamai, sebab jika berdamai maka bangsa lain akan menjadi sasaran kekerasan, seperti yang dialami sumiati itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H