Lihat ke Halaman Asli

Ada Upaya Pembusukan Di Negeri Ini ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Renteten peristiwa kekerasan yang terjadi di Tanah Air dalam kurun waktu belakangan ini banyak dicurigai sebagai hasil sebuah design yang sengaja diciptakan.  Seperti halnya kasus penusukan pendeta HKBP, konflik antar kelompok masyarakat di Tarakan, bentrok massa di Ampera,  peristiwa ledakan bom di Kalimalang, bentrok di Menteng Jakarta serta pembakaran masjid Ahmadiyah di Ciampea memang  mengesankan ada desain dan aktor itelektual di balik semua kekerasan itu. Meski pemicunya sepele saja tetapi konflik dapat berkembang menjadi besar.  Agaknya,  semua itu tak terjadi begitu saja, seperti ada yang sengaja melakukan pembusukan sosial yang menuding kegagalan pemerintahan SBY sebagai penyebabnya.

Apakah hal ini hanya sebuah kebetulan bahwa rentetan peristiwa tersebut bersamaan menjelang pergantian panglima TNI dan Kapolri ?.  Pihak TNI telah menyatakan bahwa bersedia mensuplai data intelejen kepada Polri, sementara itu  Polri mengakui kelemahan intelejennya. Kasus salah tangkap dalam upaya menangkap perampok Bank CMIB membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh polisi bukan merupakan hasil kerja intelejen. Hal ini justru akan menimbulkan ketakutan pada masyarakat karena dengan mudahnya polisi menangkap seseorang dengan tuduhan terorisme.Sejumlah kejadian ini mengingatkan publik: mengapa setiap pergantian Kapolri selalu ada kasus seperti ini. Namun, kali ini ada isu lain  yaitu soal terorisme. Hal ini membuat kecurigaan bahwa terorisme itu sengaja diciptakan apalagi tindakan polri sangat represive terhadap para perampok bank yang dikatakan terkait dengan tindakan terorisme. Ada kesan tidak membutuhkan peradilan lagi seperti dapat kita lihat tayangan penyergapan teroris itu di televisi nasional. Operasi penangkapan yang didokumentasikan seperti itu justru mengundang pertanyaan, perlukah setiap operasi perburuan terorisme harus diberitakan secara luas.  Apapun alasannya, bahwa penayangan perlakuan perompok yang tewas digeret seperti hewan justru akan menimbulkan dendam dan pembalasan, jika memang mereka adalah kelompok teroris.

Memang sudah seharusnya negara tidak boleh kalah dengan kejahatan, namun pernyataan presiden tersebut belum sebagaimana yang diharapkan, masyarakat belum merasa terlindungi. Sebab, bukan tidak mungkin cara2 penanganan keamanan yang dilakukan seperti saat ini akan memancing kerusuhan yang lebih besar lagi.  Upaya2 menurunkan SBY-Boediono karena terbukti gagal mensejahterakan rakyat dan gagal mengayomi rakyat tentunya akan mempengaruhi citra Indonesia terkait dengan upaya mendatangkan investor. Disinilah sebetulnya yang harus menjadi perhatian, sekenario mengganggu keamanan adalah bagian dari upaya pengambil alihan kekuasaan yang antara lain dengan menghancurkan ekonomi negara ini. Sebuah upaya yang sistematis untuk menggerakkan rakyat untuk mengarah pada tindakan makar karena sulitnya lapangan kerja. Kesulitan lapangan kerja akan memicu kesenjangan sosial yang merupakan situasi yang mudah menyulut kerusuhan

Melihat rangkaian kekerasan yang berantai, para pakar menilai polisi juga kurang optimal menjalankan fungsi pengamanan. Ini semua tantangan bagi Polri. Bisa atau tidak mengatasi dan menindak pelaku dengan tegas.  Namun, kendala biaya untuk mengatasi kerusuhan tersebut oleh Polri sesungguhnya merupakan warning bagi kita semua, kemungkinan hal itu memang disengaja agar Polri tidak dapat bekerja secara optimum karena kendala dana itu tadi. Bukan tidak mungkin SBY tidak memahami hal ini, adalah sangat wajar jika Susno Duadji harus dibungkam mengingat persolan dana yang harus diatasi Polri akibat permainan politik tingkat tinggi. Kita dapat tengarai, berapa anggaran yang dimintakan untuk gedung DPR, kenaikan penghasilan, dana apresiasi, dana plesiran  yang semua terkait dengan urusan parpol, hal ini  seperti ada upaya penggembosan dana negara untuk mengkerdilkan biaya pengamanan. Seperti halnya ucapan "jangan takut mati jika menjadi polisi", ini  adalah ucapan yang diluar etika tetapi enteng saja diucapkan oleh politisi kit. Sebab, siapaun tidak dapat bergerak tanpa ditunjang dana yang memadai.

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan  tidak boleh menganggap apabila tawuran  yang terjadi di jalanan sudah ditangani, maka persoalan  tersebut telah selesai. Seperti  kita ketahui konflik terus berlangsung dimana2 dan memang terkesan telah terjadi mobilisasi konflik yang sistematis. Sudah seyogyanya pemerintah mulai melihat  latar belakang dan mobilisasi konflik itu, demokrasi bukan untuk menciptakan konflik. Polisi sudah sering dituding tidak mampu memberikan rasa aman kepada masyarakat. Bagaimanapun, berbagai peristiwa yang terjadi telah bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.  Namun kita juga harus menyadari, persoalan bukan hanya ditubuh Polri saja, persoalan utama adalah tidak adanya konsesus diantara parpol itu sehingga apa yang dilakukan adalah intervensi2 dengan menggunakan massa untuk menekan pemerintah. Ditambah dengan pemberitaan yang sifatnya memprovokasi, maka lengkaplah sudah untuk membuat negeri ini chaos, tinggal menunggu waktu meledaknya saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline