Manusia memang dilahirkan sebagai manusia egois, menjadi pejabat yang menjalankan amanat rakyat, memikirkan rakyatnya saja sudah segan, bahkan menganggap rakyat banyak maunya, padahal yang diinginkan rakyat tidak muluk2 yaitu bertahan hidup secara layak. Apalagi pejabat itu harus memikirkan nasib gajah, alasan klasik selalu terdengar, rakyat juga yang salah melakukan perambahan hutan. Kalau rakyat sejahtera, tentunya rakyat juga berfikir mengapa harus susah2 merambah hutan. Dan lagi, peraturan2 yang dikelurakan untuk perdagangan jenis kayu, bukan justru menertibkan, sebaliknya kayu menjadi komoditas yang menggiurkan karena harganya tambah melangit. Ini lantaran pemerintah hanya bisa mengeluarkan aturan tetapi tidak memberi solusinya, melarang perdagangan berbagai jenis kayu tetapi tidak mendorong tumbuhnya industri substitusinya, hasilnya kayu menjadi komoditas yang makin mendatangkan keuntungan.
Siapa yang harus bertanggung jawab kerusakan hutan ?. Pasti juga rakyat yang disalahkan walaupun sebetulnya kerusakan itu akibat dari fungsi yang tidak efektif karena banyaknya kepentingan. Kalau sudah seperti itu, rusaknya habitat gajah tidak ada yang merasa bertanggung jawab. Korbannya adalah rakyat lagi seperti yang dialami Warga Desa Pauh Ranap Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, mengakut resah setelah 50 gajah mengamuk di daerah tersebut dan merusak perkebunan mereka. Bukan hanya di Riau, di kabupaten Lampung Barat juga mengalami nasib yang sama, kawanan gajah sudah mulai memasuki perkampungan warga. Agaknya tawuran bukan saja antar manusia, sekarang sudah terjadi tawuran antara gajah dan manusia yang berebut makan. Walaupun gajah badannya jauh lebih besar dari manusia, manusia yang dibekali segala macam kepandaian pastinya mampu mengalahkan gajah. Kalau sudah berebut makan seperti ini, siapa yang akan melindungi gajah2 itu, nasib gajah yang memprihatinkan, gadingnya juga mahal membuat manusia tergiur untuk membantainya.
Jika tidak dipikirkan kelestarian hutan, bisa saja di Lampung hanya akan ditemui gajah semen sebab mentrinya lebih senang mengeluarkan izin ketimbang melestarikan hutan. Betapa tidak, mumpung berkuasa, hutan lindung mulai dirambah, kalau2 ada deposit batu baranya atau bahan tambang lainnya. Para aktivis partai sekarang sudah banyak merangkap calo perizinan karena kedekatan dengan penguasa, bagi2 rejeki dari konversi hutan lindung yang ada bahan tambangnya. Kalau cara berpikir menteri seperti ini, apa tidak rusak lingkungan alam kita. Saya cuma bisa geleng2 kepala mendengar gossip gossip ulah pemain partai seperti itu, enak saja menelpon menteri minta izin explorasi di kawasan hutan lindung untuk berburu batu bara yang dibelakangnya orang asing. Begitu hasil explorasi didapat dan kandungan tambangnya diketahui, mulai dari konversi dan konsesi akan jadi duit lagi. Permainan ini sudah menjadi rahasia umum sejak melambungnya harga BBM, batu bara sebagai substitusi BBM mulai diburu. Sepertinya, hutan lindung menjadi bisnis baru yang menjanjikan, rakyatpun ikut berburu berbagai bahan tambang. Melihat fenomena yang berkembang seperti itu, kalau hutan lindung itu sengaja dirusak memang beralasan sebab nantinya dengan alasan sudah rusak akan dilakukan konversi.
Belakangan terbetik berita mundurnya beberapa buyer CPO Indonesia yang dikaitkan dengan lingkungan. Ini hanyalah satu cara mengingatkan bangsa kita agar kita dapat berfikir kedepan, krisis ekonomi diatasi dengan mengorbankan alam sama saja membunuh generasi berikutnya. Hal ini patut menjadi perhatian serius menteri kehutanan, terlepas gossip itu benar tidaknya, izin eksplorasi yang dimintakan kepada menteri kehutanan tentunya terkait dengan hutan lindung. Masuknya gajah kepemukiman penduduk tentunya karena habitatnya terganggu, selain dibabat kayunya, alamnya diacak2 untuk mengambil deposit tambangnya. Benarkah gossip itu ? Saya yakin Pak menteri mampu menjawabnya. Jika gossip itu benar, maka Pak Menteri sudah menanam malapetaka generasi mendatang demi uang. Paling tidak sekarang gajah sudah mulai mengamuk !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H