Peran saksi ahli dalam sebuah proses hukum adalah membuat sebuah perkara menjadi lebih terang. Bagaimana jika peran saksi ahli tersebut justru menyesatkan dan menimbulkan kerugian kepada masyarakat ?
DR WH SH MH, saksi ahli yang pengajar staff Fakultas Hukum Universitas Lampung telah menciptakan sebuah dalil hukum yang dipakai oleh aparatur hukum di Lampung sebagai dasar pendapat hukum bahwa dugaan pelanggaran akta hak tanggungan yang dilakukan oleh Notaris Herlina Ratna SH MH sepertiyang saya indikasikan dalam surat saya adalah tindakan yang legal. Akuisisi sah karena bank dilunasi, dalil hukum itu telah membalik keadaan, harta terampas justru dipenjara.
Surat tersebut telah menjadi barang bukti di PN Kelas I Tanjung Karang, bukan menyangkut konten suratnya, namun oleh karena penggunaan kop surat dan stempel perusahaan atas dasar pendapat ahli dari FH Unila, akuisisi sah karena bank dilunasi.
Padahal, sebagaimana isi surat saya tersebut,hal tersebut dapat terjadi karena cara notaris melaksanakan proses akuisisi dengan cara transaksi saham dipisahkan dengan transaksi assetnya. Sehingga dengan cara tersebut, transaksi harus dilakukan untuk keduanya dimana untuk kedua transaksi tersebut saya tidak pernah menanda tangani bukti penerimaan uang sebagai bukti telah menerima pembayaran.
Dalam keterangannya yang dinyatakan dalam berita acara pemeriksaan kepolisian, bukti yang ada pada saya, pelapor dan kesaksian copy paste dari keterangan pelapor menyatakan pelapor yang bernama AM menyatakan telah memenuhi kewajibannya. Walaupun pelapor maupun notaris tidak dapat menunjukkan bukti kwitansi pembayaran, setting hukum "menganggap" saya telah menerima uang.
Belakangan saya mendapatkan bukti, notaris diduga kuat menjadi operator lapangan dari tindakan yangsaya duga sebagai pelanggaran perbankan berupa covernote yang ditujukan kepada BPR Citra Dana Mandiri.
Selain bukti pengakuan berhutang dari AM atau pelapor yang dibuat setelahsaya keluar dari penjara sebagai bukti dugaan keterangan palsu,bukti lain yaitu BAP pelapor dihadapan penyidik Polda Lampung dan covernote notaris, bukti BAP saksi ahli DR WH SH MH menunjukkan indikasi bahwa kesaksiannya untuk mendapatkan dalil hukum melegalkan dugaan pelanggaran perbankan. Dengan kesaksian ini, penyidik mendapat unsur pelanggaran penggunaan kop surat dan stempel PT. Doland Permata karena bukan milik saya lagi.
Bahwa bukti-bukti itu telah saya kirimkan kesemua institusi hukum terkait dengan sebuah pertanyaan mengapa implementasi hukum terhadap diri saya seperti ini ? Upaya lain yang saya lakukan membuat laporan kepolisian di Polda Lampung,laporan itu dimentahkan dengan sebuah pertimbangan hukum bahwa saya sudah sepakat menerima kompensasi, hutang diganti menjadi kompensasi. Demikian juga laporan kedua saya sama saja nasibnya, ditolak dengan pertimbangan hukum bahwa saya tidak bersedia menunjukkan lokasi tanah.
Namun apapun jawaban laporan itu, proses sertifikat terhenti oleh adanya pengakuan berhutang dari pelapor sendiri, peralihan hak tanah tidak boleh berhutang. Sebagian tanah tersebut sudah dijual kepada pihak ketiga oleh pelapor menjadi garansinya karena sertifikat terblokir. Untuk membuka blokir itu hanya memungkinkan jika saya dibayar kecuali BPN berani melanggar aturan, permintaan saya adalah lurusan hukum itu.
Saya pada akhirnya harus memakluminya, polisi, jaksa, hakim ataupun saksi ahli tak boleh salah, kesan itu saya dapatkan ketika saya diminta keterangan terkait dugaan pelanggaran etik. Bola panas ditangan Polda Lampung, begitu argumentasi Jaksa Pengawas di Kejati Lampung. Bola panas itu adalah perkara pengacara saya sendiri, alumnus FH Unila sebagai terlapor yang sudah P21 namun tidak pernah disidangkan sementara saya adalah saksi yang berubah menjadi pesakitan.