Lihat ke Halaman Asli

Mereka Bukan Benda Mati

Diperbarui: 3 Februari 2018   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(babble.com)

Semua orang tua pasti menyadari, bahwa anak merupakan makhluk yang dititipkan oleh Sang Maha Esa kepadanya. Sebagian besar orang beranggapan, anak adalah ladang rezeki. "Banyak anak banyak rezeki"bahkan sudah mengakar dikalangan masyarakat.

Selain sebagai rezeki, anak juga disebut-sebut sebagai aset bagi orang tuanya. Anggapan "Jika anakku rangking satu, berarti aku adalah orang tua yang hebat" dan sejenisnya, saya sadari masih banyak berseliweran bahkan di lingkungan tempat tinggal saya. Pencapaian anak akhirnya dipercaya mampu mengangkat derajat dan martabat Sang orang tua.

Beban tersebut tidak sepatutnya dilimpahkan pada anak, apalagi anak yang masih kecil. Sungguh malang nian nasib anak jika semua orang tua membebani mereka dengan segala tuntutannya.

Kemudian, ketika permasalahan-permasalahan muncul pada anak dan belum bisa teratasi, maka kebanyakan orang tua akan marah. Nah, kemarahan yang bersumber dari kekecewaan karena terkikisnya ekspektasi terhadap anak ini seringkali disalah arti. Tak ayal lagi, Sang anak lah yang akhirnya jadi target utama kemarahan tersebut.

Kemarahan yang dilampiaskan pada anak jika tidak segera diatasi, maka akan berdampak tidak baik teruntuk sang anak. Mereka akan merasa tertekan, merasa bersalah, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Hilangnya kepercayaan diri inilah hal fatal yang muncul disebabkan kesalah-perlakuan orang tua.

Seperti yang dikatakan Profesor Sumantri dalam salah satu buku yang pernah saya baca:

"Kegagalan anak usia sekolah, baik dalam bidang akademis atau bidang lainnya, bukan karena mereka bodoh, melainkan karena kurang percaya diri."

Ungkapan tersebut saya rasa benar adanya. Menurut saya pribadi, sumber dari segala ketidakmampuan anak kecil (usia sekolah) memanglah dari kepercayaan diri yang kurang. Semisal, anak yang kurang percaya diri biasanya cenderung pendiam dan pemalu. Sikap ini dapat menghambat segala proses dalam pencapaian belajarnya. Mereka kurang percaya diri mengacungkan tangan untuk bertanya saat didalam kelas, ragu-ragu untuk bersuara karena tidak percaya diri dengan jawabannya, tidak berani berterus terang perihal apa yang belum mereka bisa, dan masih banyak lagi pemisalan lainnya.

Bukankah tanpa kita sadari, justru pelampiasan salah arah seperti itulah yang semakin memperburuk keadaan anak? Sekonyong-konyong, anak yang memiliki jiwa bak kertas bersih itu lantas dianggap sebagai benda mati yang rusak dan bisa di settingsesuka hati tanpa memahami perasaan serta kemauan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline