Orang-orang zaman dahulu kerapkali menganggap bahwa jika bayi sering digendong, maka bayi tersebut akan tuman(jawa) atau terbiasa. Terbiasa disini maksudnya sang bayi akan merasa nyaman sehingga apabila dia tidak digendong, akan menangis atau mungkin tidak bisa tidur. Mitos yang beredar ini sampai sekarang pun masih dipercaya sebagian besar masyarakat, sehingga kebanyakan orang memilih untuk tidak sering-sering menggendong bayi mereka. Padahal faktanya, gendongan dan buaian terhadap bayi atau anak usia dini secara tidak langsung justru bisa mencerdaskan otak.
Seperti yang kita ketahui, pertumbuhan dan perkembangan anak berkembang pesat pada usia 0 sampai 5 tahun, masa ini disebut dengan golden age. Perkembagan otak saat golden age sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Maka dari itu untuk menunjang perkembangan otak anak, para orang tua diharapkan untuk memberi mereka stimulasi (rangsangan). Stimulasi yang diberikan pada anak usia dini dapat menstimulasi otak untuk menghasilkan hormon-hormon yang diperlukan dalam perkembangannya.
Stimulasi paling utama yang bisa diberikan orang tua ialah kasih sayang yang tulus. Orang tua bisa melakukan stimulasi ini dengan menggunakan panca indera seperti pendengaran, peraba, pencium, penglihatan, dan perasa. Nah, interaksi kepada bayi seperti buaian dan gendongan sangat diperlukan karena keduanya termasuk salah satu cara stimulasi melalui indera peraba.
Ketika bayi dibuai atau digendong, maka otak mereka akan mendapat stimulus yang baru, dan alhasil otak akan mempelajari sesuatu yang baru. Stimulus baru itu menyebabkan sel syaraf membentuk suatu koneksi untuk menyimpan informasi. Jika stimulasi terus menerus diberikan secara rutin, maka akan memperkuat hubungan antar syaraf yang telah terbentuk, sehingga secara otomatis fungsi otak akan menjadi semakin baik.
Nah, sudah tau kan bagaimana pentingnya menggendong bayi? Jadi kesimpulannya, semakin sering menyentuh, menggendong, dan membuai, maka akan semakin bagus untuk stimulasi otak bayi. Justru ketika jarang menyentuh bayi, itu malah bisa mengurangi stimulasi sosial yang harusnya ia dapatkan. Akibatnya, bisa saja sang anak kelak mengalami berbagai penyimpangan perilaku seperti penakut dan tidak mandiri.
Semoga bermanfaat :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H