Lihat ke Halaman Asli

Perpustakaan Dulu dan Kini

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1334640758256328853

Perpustakaan merupakan kosa kata yang wajib disebutkan oleh seorang mahasiswa menjelang akhir masa studinya. Harus diakui, perpustakaan merupakan’sahabat’ mahasiswa pada saat-saat sulit seperti itu. Pada saat harga buku tak terjangkau bagi seorang mahasiswa perantauan yang memperjuangkan masa depan, hanya tumpukan buku-buku yang menemaninya di kamar kostnya. Nuansa khas perjuangan menyelesaikan tugas akhir seringkali begitu melekat dalam ingatan setiap mahasiswa perantauan. Bahkan situasi-situasi tertentu kadang mengingatkan kita pada nuansa tugas akhir ketika mencium aroma buku-buku baru ketika kita pergi ke toko buku. Waktu telah mengantarkan si mahasiswa ke dunia yang berbeda. Dunia dimana setiap buah pikiran harus mampu diwujudkan berupa realitas, realitas yang bisa diukur, dihitung dan dilihat. Berbeda dengan dunia akademis yang selalu menghargai dan mengembangkan kreatifitas secara abstrak melalui tulisan. Situasi-situasi dalam dunia baru tersebut mengharuskan setiap konsep bisa dioperasionalkan melalui kerja nyata. Tanpa disadari, situasi itu sering kali menjadi prioritas dalam kehidupan seseorang sehingga dunia kreatifitas melalui tulisan berhenti dikembangkan bahkan benar-benar mandeg. Oleh sebab itulah bagi sebagian orang, seolah-olah buku hanya benar-benar dibaca dan dibutuhkan pada saat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan. Sebuah ironi dan penyederhanaan atas makna ilmu pengetahuan dan juga bahasa tulis yang kontraproduktif dengan pembangunan budaya dan sains sebagai masyarakat yang beradab. Sambungan kawat-kawat jaringan dan pemancar berfrekuensi tinggi nirkabel (wifi) telah berhasil mempengaruhi minat baca masyarakat. Perilaku membaca juga ikut berubah seirama dengan media audio visual yang benar-benar menarik. Pernah dikhawatirkan sejumlah pakar dan praktisi perbukuan bahwa buku akan samasekali kehilangan peran karena perubahan perilaku pembaca yang lebih memilih memanfaatkan kemudahan akses melalui bentuk elektronik seperti ebook ketimbang buku dalam bentuk fisik. Memang, pembaca produk-produk layanan elektronik terus meningkat dan pada saat yang sama buku dalam bentuk fisik masih terus diminati. Terbukti dengan masih sangat diminatinya koran dan buku meskipun di sisi lain pelanggan koran elektronik dan buku elektronik terus meningkat tajam. Hal ini menegaskan bahwa eksistensi buku dan koran dalam edisi cetak tetap mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia. www.perpustakaan.depkeu.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline