Kompetisi untuk memperebutkan pasar merupakan ujung tombak atas setiap unit produksi untuk men-delivery-kan setiap produknya. Seharusnya pemahaman dan teknik marketing perpustakaan menjadi perhatian dan senjata utama bagi pekerja informasi. Padahal hidup matinya setiap unit produksi diukur dari keberhasilan terjualnya setiap produk yang ditawarkan. Tanpa keuntungan dari hasil penjualan, pasokan modal untuk proses produksi akan terhenti dan proses pengembangan produk mandek hingga perusahaan gulung tikar. Promosi perpustakaan masih menempati posisi juru kunci (minor) sampai saat ini dalam pendidikan ilmu informasi dan perpustakaan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Oleh sebab itu, tidak heran apabila kemudian unit produksi yang disebut perpustakaan bisa mandek dan gulung tikar. Sementara itu, buku-buku marketing menjadi salah satu "kitab" bagi mahasiswa bisnis dan ekonomi. Situasi kompetisi di dunia nyata ini perlu dipahami oleh para pekerja informasi secara serius. Pemahaman yang baik atas situasi kompetisi informasi yang benar-benar riil akan menghasilkan inovasi-inovasi sederhana yang bisa menjadi terobosan bagi perpustakaan. Tidak hasrus bersifat masif, terobosan teknis kecil pun dapat sangat bermanfaat bagi perpustakaan. Pengembangan perpustakaan berbasis blog akan memperluas potensi basis pengguna, sedangkan penggunaan freeware-database sudah cukup mampu menjadi tulang punggung otomatisasi perpustakaan. Sementara itu, promosi perpustakaan melalui jejaring sosial dapat menjadi salah satu tools pemasaran perpustakaan sekarang ini, terutama untuk merebut segmen kawula muda. Terobosan dalam hal layanan sirkulasi misalnya, dapat dijadikan satu langkah awal. Kemudian dilanjutkan dengan promosi perpustakaan melalui jejaring sosial. Promosi dalam bentuk cetak dapat dibuat dalam bentuk leaflet, selebaran, dan buku dapat didistribusikan dalam berbagai kesempatan. Kartu anggota perpustakaan boleh dijadikan salah satu alat bantu promosi, tetapi jangan sampai kemudian kartu anggota itu menjadi birokrasi yag menyulitkan bagi pengguna. Hal-hal kecil semacam itu seharusnya muncul dari kreativitas pekerja informasi di tempat kerjanya. Membangun dan membina minat baca melalui komunitas atau jaringan perpustakaan juga dapat menjadi inspirasi kegiatan perpusatkaan. Library Charity dapat menjadi satu dari sekian banyak inovasi yang bisa membangun citra perpustakaan sekaligus menawarkan kerja nyata perpustakaan bagi masyarakat. Kompetisi memang menjadi tantangn terbesar perpustakaan, tidak main-main setiap perpustakaan harus berkompetisi melawan raksasa peradaban yang bernama Google, Yahoo dan sebagainya. Para kompetitor yang jauh lebih kuat modalnya, sumberdaya manusianya, dan teknologinya. Untungnya para kompetitor tidak benar-benar berniat menghapuskan perpustakaan, sehingga perpustakaan pun masih bisa "numpang tenar" melalui fasilitas milik para raksasa tersebut. Pada akhirnya, iktikad kitalah yang bisa merubah nasib perpustakaan kita sendiri. Seringkali kemasan menjadi lebih penting, sepenting isinya. Semangat Pustaka ! www.perpustakaan.depkeu.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H