Lihat ke Halaman Asli

Saya Salah Satu Yang di Evakuasi Dari Libya

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika dikira evakuasi adalah pekerjaan mudah dan banyak yang tidak puas karena nya saya pikir itu adalah masalah mereka, ini beberapa comment yang saya baca di kompasiana ketika evakuasi Mesir tempo hari. Evakuasi benar benar butuh koordinasi yang sangat terogansir dengan mengandalkan alat komunikasi dalam hal ini HP. Cilakanya jika HP tidak berfungsi. Tidak saling bisa menghubungi.

Saya akan bercerita pengalaman di evakuasi dari Libya, bersyukur pihak perusahaan suami mempunyai kebijaksanaan evakuasi bagi pekerja yang berstatus EXPATRIATE. Mereka bekerja sama dengan perusahaan yang bergerak dalam bidang penanganan evakuasi di daerah konflik yaitu SOS International.

Setelah beberapa kali meeting evakuasi hari Senin 21/02/11 jam 6.30 pm kami mulai di kumpulkan untuk menginap satu malam di dekat meeting point, kami di inapkan di salah satu keluarga, jadi di collect untuk berdekatan dengan meeting point(sebuah sport club di komplek perumahan). Esok harinya kami harus bangun pagi pagi jam 5 untuk segera bersiap ke tempat meeting point. Jam 5.30 kami di beri tahu panitia evakuasi bahwa berangkat dari collecting point jam 8 pagi untuk kemudian bertemu di meeting point.

Menunggu sekitar dua jam hingga akhirnya kami diberangkatkan dengan 2 bus kecil dan beberapa mobil untuk berangkat ke airport, perjalanan ke airport memakan waktu kurang lebih satu jam karena kecepatan mobil yang terbatas beriringan. Sampai di airport kami baru di kasih tahu jika kami akan di evakuasi dengan commercial flight dengan tujuan yang berbeda beda! Seadanya seat yang kosong,beberapa tujuan adalah Italy, Malta, Madrid dan Paris. Terbang ke Italy, Madrid, Paris butuh waktu kurang lebih tiga jam. Ke Malta cuma 40 menit. Beberapa keluarga terpaksa terpisah dengan berbeda tujuan. Evakuasi di dahulukan yang berkeluarga, anak, istri di dahulukan. Untuk mendapatkan flight commercial ini jangan dikira gampang. Penanggung jawab evakuasi yang adalah salah satu GM perusahaan suami lah yang menerima bookingan flight yang kosong dan membagikan kepada kami. SOS International yang memesan tiket itu dan jangan dikira itu akan berbentuk tiket tapi adalah just a booking code !

Hari senin itu bukan hari keberuntungan kami (saya dan suami dan 4 orang lainnya) karena kami tidak mendapatkan booking flight dan untuk kasus saya dan suami karena passport saya ketahan untuk urusan resident visa di imigrasi Libya sementara untuk masuk ke ruang airport kita harus menunjukkan passport dan tiket jika memang ada. Akhirnya saya dan suami di arahkan untuk ikut evakuasi pemerintah Perancis jadi kami di antar ke wisma kedutaan. Waktu sudah menunjukkan waktu jam 3.30 pm.

Di wisma kedutaan tidak cuma kami yang ada, sudah puluhan orang disana, yang saya dengar pemerintah Perancis mengadakan 3 flight carter untuk warganya dimulai hari Senin itu akan tetapi usaha ini pun harus gagal karena kami tidak bisa ikut flight hari itu dengan kendala passport saya. Staff kedutaan sudah berupaya untuk membawa kami ke airport lagi (jam 10.oo pm) jika saja kami bisa ikut flight hari itu. Hingga jam 12.30 malam menunggu di parkiran airport (didalam mobil) usaha ini juga gagal. Untungnya ada satu orang WN Perancis yang bermasalah dengan passport juga, dia juga sedang proses resident visa dan sebelumnya tinggal di Benghazi dan cuma mempunya Foto Copy Passport juga. Akhirnya kami di bawa ke kedutaan untuk besoknya di buatkan dokumen travel visit card untuk kasus semacam ini. Lelah karena moving dengan kondisi musim dingin Libya yang cukup dingin karena hujan gerimis juga. Saya cuma berdoa, dzikir dan berharap yang terbaik Allah SWT bisa kasih ke saya. Menunggu di kedutaan sampai jam 4.30 am. Tidur di ruang tunggu dan emergency bed dalam ruangan yang dingin. Jam 4.30 kami dibangunkan untuk kemudian pindah lagi ke salah satu rumah konsul embassy Prancis. Istirahat sampai dengan jam 8 keesokan harinya untuk kemudian dibawa lagi ke kedutaan. Sementara, suami dan koordinator evakuasi dari perusahaan masih mengushakan kembalinya passport kami berdua, beruntungnya suami karena punya dua passport sehubungan dengan pekerjaannya, dia harusnya sudah bisa onboard tapi karena menunggu Passport saya balik juga dan menemani saya makanya masih tertahan. Sudah hari kedua sejak program evakuasi. Makan seadanya, walau di wisma kedutaan Perancis disediakan makanan tapi lebih semacam makanan ringan. Untungnya saya juga membawa bekal seadanya, biskuit, air minum bahkan satu makanan kaleng kesukaan saya dan pembukanya. Kami tidak bisa membawa barang sebanyak banyaknya jadi terbatas hanya barang barang kesayangan termasuk oleh oleh yang sudah saya beli, tas LV saya dan sepatu sepatu saya, baju ... well yang nempel di badan saja.

Selasa, 22/02/11 pagi kembali lagi di kedutaan Perancis. Pagi itu juga sekitar jam 8.00 saya coba contact ke pak Dubes RI Bp Sanusi, untungnya komunitas WNI di Tripoli cukup hangat jadi masih bisa bertemu beberapa kali dengan pak dan bu dubes di beberapa acara. Saya menceritakan masalah saya dan akhirnya beliau memberi saran akan di buatkan satu travel dokumen yang berlaku sekali perjalanan. Jam 9.00 pagi mendapatkan kabar jika passpport kami sudah ditangan salah satu staff lokal Libya dari perusahaan suami dan kami akan bertemu di Kedutaan Perancis ! Alhamdulllilah tak berhenti mengucap syukur ketika jam 9.30 pagi itu Passport ada di tangan saya !! Padahal kami juga sudah mendapatkan booking tiket commercial jam 12 siang itu.

Dalam perjalanan ke airport kami mampir ke perusahaan suami kerja karena passport dia masih disana untungnya searah dengan jalan ke airport. Pagi itu saya benar benar merasa mendapatkan sebuah keajaiban, saya merasa doa yang saya panjatkan malam sebelumnya benar benar di dengarkan olehNya.

Alhamdulillahnya lagi, si baby yang dalam perut yang masih muda, 1.5 bulan tidak rewel dan kuat menghadapi semua. Saya berusaha untuk tidak panic atau stress karena punya pengalaman chaos juga di tahun 1998. Juga suasana yang tidak seperti perang lah yang membuat saya merasa optimis bahwa semua akan baik baik saja.

Di airport, suasana sangat hiruk pikuk, sama halnya suasana lebaran di stasiun atau di terminal di Jakarta! Suasana mengharu biru ketika mendapati rombongan teman teman Indonesia dari perusahaan lain yang juga sedang di evakuasi, mereka tahu masalah passport saya jadi ketika kami bertemu tidak terasa air mata mengalir.

Memasuki pintu ke ruang airport benar benar seperti rebutan tiket Liga Sepak bola. Harus sabar dengan penjagaan tentara Libya dan petugas kemanan Imigrasi yang pastinya berusaha galak. Tidak hanya sekali terdengar suara huuuu dari orang orang yang berusaha untuk masuk. Yang lucu dari para exodus dari negara negara tetangga Libya, mereka berusaha untuk membawa harta berharga mereka, jadi bukan pemandangan yang aneh jika terlihat mereka berusah payah membawa TV mereka dan sepertinya mereka bersiap untuk menginap di bandara jadi tak heran jika mereka juga membawa selimut selimut tebal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline