1. Hari pertama di bulan Desember
Waktu hujan pada musim ini
Tangkai cabang bunga mulai sarat
Ada sejuta kelopak dan mahkota
Hari yang kelabu dan mendung
Tertulis pada langit,
Dan pena pada hitungan pertama
2. Diantara kebisuan yang bersuara
Bibir yang kelu atas detik-detik
Dingin yang senang bersama
Pada waktu itu,
Aku hanya menatap angin yang berjalan-jalan
Menyapa daun-daun mungil
Setitik dari kemegahan yang rindang
Bunga yang semerbak hari lalu
Mulai gugur dan berganti baru
Lebih berwarna---segenggam cukup bunga
Kembang ini turut menggores
Perjalananku kali kedua
3. Awan putih bernyanyi
Bunga iris pun turut
Mengiringi dengan peduli
Aku merengga kuntum-kuntum yang berguguran
Juga helai demi helai
Ke dalam kaca
Kemanakah rasa
Semangat nyala?
4. Aku memungut satu-satu guguran itu
Jika tak beradu dengan angin
Dan debu
Kupandang seperti tak pernah terlihat
Kupeluk dengan mata erat;
Aku berjalan bersamamu selama ini,
Kau jua menyusun gembira jiwa
Tak terbatas sampai kini
Sekali lagi tak sanggup kulupa
Engkau satu suara
5. Tak pernah sepi
Tak pernah sunyi
Ketika hadir bayangmu
Di tepi-tepi
6. Setiap jurai akar-akar
Terlindas pada keanggunanmu, kembang sari
Tak mati kuntummu walau menjadi
Bangkai yang kaku
Flamboyan merangkai semua
Bingkai sampai dewasa
7. Ini hari terakhir kita bertegur sapa
Di tengah padang massa yang semakin tertumpah di tanah lapang
Aku tak berhasil lagi menatap
Satu kemegahanmu pada sekali sapu
Aku tak dapat menahan hitam
Pipiku tak sanggup menampung air mata
Hatiku yang luruh tak sanggup membasuhnya
Aku berlari-lari ditopang derai,
Basah yang nyata
Tak lagi kudengar semayup buluh
Perindu
Aku kehilangan suara-dayu
Semasa satu hidup dalam bayu
/2001
*Pernah terpublikasi di situs lain yang kini telah ditutup, dan masuk ke album puisi saya 'Nyanthing'.
Di-publish ulang di Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H