Sebenarnya 'calon postingan' dengan tema ini sudah saya tulis dan akan unggah beberapa waktu lalu. Sayang pas akan diunggah karena merasa datanya sudah cukup lengkap, software bawaan Windows Wordpad mengalami kerusakan teknis; berkasnya menjadi tidak terbaca dan secara otomatis membatalkan diri untuk diunggah.
Karena, apakah yang akan dibaca orang dari satu ketikan yang mayoritas berisi spasi? Jadi, sebagai pendahulunya mungkin adalah pemberitahuan bahwa artikel ini adalah projek penulisan ulang dari tema ini. Tapi tulisan saya di masa lalu tadi sedikit agak 'soft' dari ini. Mungkin karena harus menulis ulang tadi maka kejengkelan saya juga berlipat ganda.
Tapi... di judulnya ada seruan 'Blog'? Maksudnya blogger?
Nggak. 'Blog' itu maksudnya goblog. Apakah Anda seorang goblog yang saya maksud?
"Apa-apaan ini... Pagi2 sudah ngegas".
Ini bukan ngegas. Ini geram. Tapi sebelum Anda menuduh saya menghina dan berkata tidak pantas tentang Anda... Mungkin saya akan memberi beberapa poin pengidentifikasi apakah yang saya tuduh goblog itu Anda atau bukan. Kalau tidak berdasar apa yang saya jabarkan ya sudah. Tidak perlu sewot kan? Berarti artikel ini bukan menunjuk hidung Anda. Santuy.
Blogger, Penulis dan Tulisannya
Yang pertama adalah karakter blogger yang seharusnya. Ternyata zaman masih diskriminatif: memberi sematan 'penulis' profesional pada kolom koran atau buku sebagai 'penulis' tapi tidak dengan para penulis yang menyasar media sosial atau blog. Padahal jika dibilang juru ketik ya berbeda makna. Bukannya mereka juga penulis (meski hasil tulisannya jauh dari standar ala editor penerbit).
Yang saya tau, misi dari penulis ini kan untuk mencerdaskan dengan menambah wawasan atau membuka paradigma sempit orang selain mencari uang lewat tulisannya.
Di antara para penulis jempolan, nyatanya ada juga penulis lancung. Lha apa pula itu? Itu adalah sebutan saya sendiri untuk orang-orang yang menulis dari nyontek tulisan orang lain atau (yang lebih parah) mengakui tulisan orang lain sebagai tulisannya.
Saat ditegur sekali-sekali masih tidak diindahkan dan masih berlanjut—bahkan nyolot mirip 'yang punya utang lebih galak', biasanya seorang penulis memilih jalur sanksi sosial: menyebarkan identitas penulis abal-abal tadi ke penjuru media sosial (yang dipunyainya) yang diharapkan membuat jera si pelaku sekaligus menyuruh penulis lain untuk waspada terhadap kemungkinan pencurian. Jadi berita tentang pembajakan tulisan beserta pelakunya tadi minimal tersiar pada sesama (komunitas) penulis jika bukan tersiar lebih luas lagi.
Blogger, Media dan Grafis Comotan
Terus terang saya masih bingung dengan bagaimana sebuah aturan bekerja. Karena kadang dijumpai aturan yang 'dibatalkan' oleh aturan lain.