Beberapa waktu lalu saya mendapat undangan dari Mbak Avy, Komandan Konek (Kompasianer Nekat - Surabaya) untuk datang dalam acara Bright Advisor - Sun Life Financial pada hari Minggu tanggal 29 Mei 2016 yang bertempat di sebuah cafe di Supermall Pakuwon, Surabaya. Nama cafe yang menjadi tempat kumpul blogger ini baru diberitahukan beberapa hari menjelang acara, yakni di Cafe The Capri - Lounge. Ternyata undangan ini tidak hanya untuk Blogger Konek saja, tetapi ada komunitas blogger lain yang diundang selain undangan ke beberapa media (pers). Saya juga baru mengetahui setelah datang pada waktu acara berlangsung lewat daftar registrasi menjelang pintu masuk cafe.
Acara bertajuk Seminar & Exhibition Roadshow ini juga adalah cara Bright Advisor - Sun Life Financial untuk menyosialisasikan program perencanaan keuangan dan asuransi kepada masyarakat melalui blogger dan insan media; karena secara umum kita mengetahui bahwa produk asuransi (dari semua penyelenggara asuransi) ternyata tidak familiar bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Bahkan, Pak Kaiser Simanungkalit selaku Head of Branding & Communication Sun Life Financial Indonesia sebagai pembuka dan penutup topik utama membeberkan angka yang mencengangkan yakni kurang dari 4% atau di bawah 10 juta dari 250 juta lebih penduduk Indonesia yang mempunyai polis asuransi. Dalam kesempatan tersebut beliau juga mengenalkan sekilas tentang Sun Life Financial yang terpusat di Kanada dan berdiri bahkan saat Kanada belum menjadi Negara. Saat penulis mengecek situs Sun Life Financial, pada tahun 2015 perusahaan ini merayakan usianya yang ke 150 tahun.
Lebih khusus dalam upaya menggalakkan asuransi, Pak Kaiser mengaku mengundang blogger sebagai salah satu ujung tombak untuk memberi pemahaman kepada masyarakat di Indonesia akan pentingnya perusahaan asuransi. Beliau menekankan bahwa komunitas blogger ini penting karena di era digital ini banyak masyarakat yang mengakses dan mencari informasi di dunia maya, terutama pada handphone. Dalam pemaparan informasi pada sebuah blog, komunikasi bisa berjalan dua arah dan masyarakat pun bisa bertanya; karena faktanya memang selalu akan dibutuhkan proses dari pengenalan hingga saat masyarakat memutuskan untuk membeli suatu polis asuransi.
Pak Kaiser juga memberikan gambaran diri sendiri menjadi contoh (mungkin karena tidak bertemu contoh lain atau tidak bermaksud mencatut nama orang lain): sebagai orang yang mengerti akan pentingnya asuransi, Pak Kaiser bahkan membeli 8 buah polis asuransi dari semua perusahaan. Mengapa demikian? Beliau menegaskan bahwa kita semua mungkin punya mimpi. Sedangkan mimpi Pak Kaiser sendiri adalah menyekolahkan anaknya ke Amerika dalam 10 tahun mendatang. Nah, dalam proses mewujudkan mimpi biasanya orang mempunyai Future Plan. Jika kita mempunyai uang dan rencana, tentunya kita akan mulai menabung dan berusaha mewujudkan mimpi tersebut. Namun dari dua hal tadi tentu saja ada yang kurang. Yang kurang adalah asuransi yang berfungsi sebagai penopang dan pentransfer resiko, karena secara mendasar seseorang tak akan tahu bagaimana nasibnya (garis hidupnya) kelak.
Jadi, Pak Kaiser mengalihkan resiko kepada perusahaan asuransi jika di tengah jalan terjadi sesuatu terhadap diri beliau; dan pada akhirnya perusahaan asuransilah yang akan memastikan bahwa rencana tersebut berjalan semestinya. Atau dengan kata lain bila terjadi sesuatu dan aliran tabungan kita berhenti, rencana dan mimpi yang telah dibangun tidak lantas menjadi buyar dan anak pak Kaiser pun masih bisa bersekolah ke Amerika karena ada asuransi yang menanggungnya.
Secara langsung dalam paparannya, Pak Kaiser beserta Sun Life mempunyai misi untuk membantu masyarakat Indonesia mencapai kemapanan finansial melalui perencanaan dan penerapan sedini mungkin. Hal ini kemudian diperkuat oleh paparan materi dari Ibu Joice Tauris Santi, wartawati senior Kompas selama 17 tahun sekaligus pengarang buku berjudul "Pelangi Asuransi Demi Proteksi Diri"; yang mempunyai wawasan dan fokus khusus tentang dunia investasi, asuransi dan keuangan. Salah satunya adalah melalui perhitungan sederhana saat mempunyai pengetahuan perencanaan keuangan.
Perhitungan sederhana tersebut adalah harus menghitung faktor lainnya yakni 'ongkos penundaan'. Misalnya Budi dan Iwan yang sama-sama memulai kerja. Budi ingin pensiun di usia 55 tahun dan memiliki uang 1 M, begitu pula dengan Iwan. Perbedaannya, Budi memulai perencanaannya di usia 25 tahun yakni usia memulai kerja; sedangkan Iwan baru memulainya di usia 35 tahun; menunda 10 tahun dibandingkan Budi. Secara sederhana, rentang waktu yang dibutuhkan Budi lebih panjang ketimbang Iwan dimana Budi hanya perlu menyisihkan uang 500ribu/bulan dengan asumsi 10% imbal balik selama 10 tahun. Menurut perhitungan Ibu Joice, jumlah uang yang perlu disisihkan oleh Iwan adalah sebanyak 1,3juta/bulan. Jadi jika kita memulainya lebih awal adalah lebih baik karena dana yang harus disisihkan akan lebih sedikit.
Di sesi ini Ibu Joice juga bertanya tentang mimpi yang dimiliki peserta. Beberapa jawaban peserta yang masuk antara lain: berkeliling dunia, menghabiskan usia tua tidak bekerja tapi tetap mendapat uang (passive income), ingin bertamasya ke Nepal, ingin bepergian ke Jepang, dan lain-lain. Tapi sekali lagi, dalam mencapai target tersebut kita dituntut untuk mempunyai target sebagai acuan, dan menerapkan disiplin selama pengumpulan dana untuk target tersebut.
Ibu Joice juga mengingatkan pentingnya Financial Checkup yakni secara rutin tiap bulan membuat perhitungan cashflow dimana jika cashflow-nya negatif maka kita pun tak akan mungkin untuk menyisihkan uang, padahal secara umum terkadang kita juga harus mempunyai dana darurat karena adanya pengeluaran yang tak terduga.
Sekonyong-konyong Ibu Joice bertanya tentang 'paket data' yang dipunyai peserta; tak ingin berlama-lama membuat kebingungan peserta, beliau segera menyambung dan mengajak peserta untuk melakukan perhitungan dengan Kalkulator Finansial yang bisa diakses pada situs http://brightadvisor.co.id.