Lihat ke Halaman Asli

Lukisan Angie

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Seni adalah sebuah langkah dari apa yang tampak jelas dan diketahui orang banyak menuju apa yang rahasia dan tersembunyi." -Khalil Gibran.

Di dalam sel rutan KPK yang baru itu, Angelina Sondakh minta ditemani oleh sebuah gitar dan seperangkat alat lukis. So sweet. Sepertinya baru kali ini permintaan semacam itu diajukan oleh seorang tahanan kasus korupsi. Ia tidak memilih dvd player atau fasilitas karaoke apalagi peralatan salon seperti Ayin. Meskipun situasi rutan KPK tidak bisa dibandingkan dengan rutan LP biasa, permintaannya tersebut tetap tergolong permintaan yang bermutu.

Seni sudah menjadi bagian dari terapi psikologi. Keadaan Angie saat ini membutuhkan media untuk menumpahkan ekspresinya. Bukan berarti jiwanya terganggu, tapi media berekspresi itu bisa ia gunakan untuk mengatasi stres dan depresinya. Biarpun Angie selalu menebar senyum, kita tidak tahu seberapa hebat gejolak di dalam dirinya sekarang dalam menghadapi kasusnya. Teman-teman separtai dan orang yang mengenalnya —termasuk Effendi Gozali, dosen pembimbingnya— menilai Angie sebagai seorang wanita pintar dan cerdas. Orang dengan kecerdasan intelektual tidak akan dengan mudah dapat membuang pikirannya begitu saja, ia membutuhkan sebuah media.

Belum lama Angie menderita sinusitis. Mungkin psikosomatis. Penyakit sinusitis itu rasanya juga baru dibandingkan penyakit-penyakit psikosomatis yang diderita tersangka kasus korupsi sebelumnya. Biasanya setelah beberapa saat ditahan mereka akan mengidap sesak napas, gangguan jantung, tekanan darah tinggi, ginjal, stroke atau penyakit lupa —penyakit yang terakhir termasuk baru, hanya sudah tidak up-to-date. Barangkali Angie memang spesial. Yang jelas sepertinya ia sedang galau, kelihatan ataupun tidak kelihatan dari wajahnya. Orang galau yang religius biasanya akan lebih dekat kepada Tuhan dan menurut pengacaranya di TV, Angie sekarang banyak shalat malam dan membaca Quran.

Semua kondisi Angie saat ini tidak ada kaitannya dengan simpati untuk memaafkan kemungkinan korupsi yang dilakukannya. Kondisi-kondisi sulit yang ia alami sekarang mudah-mudahan merupakan fase untuk berbalik arah menuju kehidupan yang lebih bersih dan lurus. Demam tinggi kadang menjadi awal kesembuhan. Ia bisa menjadikan ruang sel KPK yang sempit sebagai sebuah kepompong yang akan mengubah seekor ulat pemakan daun menjadi kupu-kupu yang menawan hati. So sweet.

Tidak ada simpati untuk Angie sebelum semua terungkap. Namun simpati bisa kita berikan untuk seperangkat alat lukis yang ia minta. Seperangkat alat lukis itu dapat membantunya melewati fase sulit tersebut. Walau kabarnya, keinginannya melukis akibat kerinduannya pada sang anak, tapi KPK dapat mengambil manfaat dari hobi Angie ini. Sang tersangka dapat mulai melupakan tekanan-tekanan yang mungkin ia dapatkan dari dunia luar. Kebaikan kecil itu —menghadiahkan seperangkat alat lukis yang ia inginkan— bisa jadi diapresiasi oleh Angie dengan lebih memercayai KPK. Sebuah pemberian tidak selalu dinilai dari mahalnya. Perlakuan yang humanis boleh jadi merupakan sebuah transaksi tak disengaja yang cukup berpengaruh, barangkali.

Jika akhirnya Angie dapat menyalurkan hobinya melukis di dalam sel, hal menarik yang kita nantikan adalah seperti apa hasil karya lukisnya. Lukisan Angie belum pernah terlihat di media selama ini. Namun secara berandai-andai, karya pertama Angie akan menggambarkan wajah anak-anaknya yang konon telah mengusik pikirannya selama hari-hari pertama di tahanan KPK. Warna-warnanya mungkin akan sedikit muram sesuai suasana hatinya saat itu. Karyanya ini kemungkinan akan mendapatkan perhatian kolektor dan akan dihargai cukup tinggi mengingat latar belakang yang ada dibalik karya tersebut serta motif sosial dari penjualnya.

Seiring waktu berjalan dan proses penyidikan KPK terus berlanjut lebih dalam, karya kedua Angie mungkin akan lebih fenomenal. Tangannya akan sudah lebih lentur dalam menyapukan kuasnya ke permukaan kanvas. Suasana hatinya pun telah lebih tenang dan mantap. Fase sulit mungkin sudah dapat ia lewati dan —seperti mendapatkan pencerahan— sapuan-sapuan kuasnya dan warna-warna yang ia pilih akan tampak lebih berani. Bukan tidak mungkin karya kedua Angie itu akan menggambarkan wajah-wajah orang yang ia kenal secara dekat selama ini, seperti I Wayan Koster, Mahyudin, Andi Mallarangeng ataupun Anas Urbaningrum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline