Lihat ke Halaman Asli

Kemal Nouval

Mahasiswa S1 Kriminologi Universitas Indonesia

Problematika Kehadiran Anak-Anak di Masjid dan Sikap Orang Dewasa Terhadapnya

Diperbarui: 15 Oktober 2022   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memiliki anak yang suka solat berjamaah di masjid tentu menjadi harapan banyak orang tua. Tak heran jika mereka mengajak anak-anaknya solat berjamaah di masjid sedari kecil, agar terbentuk kebiasaan hingga dewasa. Namun, muncul problematika ketika melakukannya. Di satu sisi, mengajak anak solat berjamaah di masjid tentu sangat mulia, karena membentuk kebiasaan anak agar tercipta generasi masa depan yang cinta masjid. Namun, di sisi lain, ada persoalan umum yang muncul, yakni kebisingan yang mengganggu kekhusyuan solat. Sejatinya anak-anak, mereka suka bermain. Tidak kenal tempat dan waktu. Imbasnya, anak-anak tersebut sering dimarahi oleh orang dewasa karena dianggap mengganggu kekhusyuan solat berjamaah.

Syariat Islam Mengenai Kehadiran Anak-Anak di Masjid

Maka, bagaimana sebenarnya syariat Islam mengatur mengenai persoalan ini? Sebelumnya, perlu diketahui bahwa membawa anak-anak ke masjid, pada dasarnya tidak dilarang. Pada zaman nabi pun, anak-anak muncul di masjid. Hal itu dapat dilihat dari hadits berikut:

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami. Lalu Hasan dan Husain radhiallahu 'anhuma datang ke masjid dengan memakai gamis berwarna merah, berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun (karena masih kecil). Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam turun dari mimbar masjid dan menggendong kedua cucu tersebut, dan membawanya naik ke mimbar. Lalu beliau bersabda, "Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah (ujian), aku melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa bersabar". Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya" (HR. Abu Daud no. 1109, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Namun, ada sikap khusus dari para ulama jika anak-anak tersebut menimbulkan kebisingan. Misalnya, Imam Malik Rahimahullah berpendapat, "Jika ia tidak melakukan al 'abats (main-main) karena masih kecil, dan jika dilarang ia akan berhenti, maka tidak mengapa di bawa ke masjid. Namun jika melakukan al 'abats (main-main) karena masih terlalu kecil, maka menurut saya tidak boleh di bawa ke masjid" (Al Mudawwanah, 1/195).

Pendapat lain dari Syaikh Ibn Al Utsaimin sebagai berikut, "Jika anak-anak tersebut baru 4 tahun (atau kurang) dan mereka tidak bisa shalat dengan baik, maka hendaknya jangan di bawa ke masjid. Kecuali ketika darurat" (Fatawa Nurun 'alad Darbi).

Berdasarkan pendapat kedua ulama di atas, anak-anak boleh saja ikut solat berjamaah di masjid, asalkan mereka dapat solat dengan baik, atau tidak melakukan al 'abats (main-main/bercanda), atau jika bercanda, kemudian dilarang, maka mereka berhenti.

Dewasa Menyikapi Anak-Anak yang Berisik di Masjid

Selanjutnya, bagaimana sikap orang dewasa terhadap anak-anak yang berisik dan bermain-main di masjid? Hal ini penting dibahas, mengingat sikap orang dewasa berpengaruh terhadap tercipta atau tidaknya generasi masa depan yang cinta masjid, seperti yang sudah disinggung sebelumnya. Ada pun, sikap yang sebaiknya kita tunjukkan pada anak-anak yang berisik di masjid adalah sikap yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana dijelaskan pada hadits di atas, "...lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam turun dari mimbar masjid dan menggendong kedua cucu tersebut, dan membawanya naik ke mimbar. Lalu beliau bersabda, "Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah (ujian), aku melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa bersabar". Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya".

Rasulullah SAW menunjukkan sikap kasih sayang dan kesabaran kepada kedua cucunya yang masih kecil saat mereka berjalan-jalan di masjid ketika Rasul sedang berkhutbah. Tidak dengan memarahinya atau membentaknya.

Selain itu, sebaiknya orang tua memposisikan anak di sebelahnya ketika solat, agar orang tua bisa menegur anaknya dengan isyarat gerakan, jika anaknya berulah. Mengenai gerakan isyarat dalam solat, Syaikh Abdul Mushin Al Abbad mengatakan, "Gerakan yang memang dibutuhkan itu tidak mengapa. Semisal yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menggeser Jabir dari sisi kiri ke sisi kanan (ketika shalat jama'ah), lalu mengeser orang yang datang berikutnya hingga persis di belakang beliau..." 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline