Lihat ke Halaman Asli

Kelik Wardiyono

Pendidik di SMAIT Ibnu Abbas Klaten

Milestone Perubahan Guru

Diperbarui: 24 April 2024   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru dan dosen adalah profesi yang akan selalu dibutuhkan, Namun, jobnya tak lagi sama dengan guru atau dosen yang selama ini kita kenal. Guru dan dosen hadir untuk memberikan panduan untuk mendapatkan sikap mental baru dan mengedepankan "deep understanding".(Rhenald Kasali)

       Tema disrupsi adalah tema yang akhir-akhir ini booming  dan semakin sering dikaji. Pandemi Covid-19 menjadi faktor yang mempercepat terjadinya disrupsi, utamanya  internet of things menjadi tren masa kini.  Saat ini, kita jumpai para akademisi terkemuka  kelas dunia mengisi dunia maya dengan "kelas virtualnya". Kuliah-kuliah tersebut dapat diakses dengan gratis di internet. Lalu bagaimana nasib para akademisi lainnya? Atau bahkan kita, para guru "yang hanya" mempunyai bekal seadanya??

        Era disrupsi adalah milestone perubahan bagi guru. Menghadapi era disrupsi, apalagi di masa depan diperlukan perubahan pola berfikir dan mendasar yang oleh Rhenald Kasali, sebagaimana dikutip Adian Husaini dalam Perguruan Tinggi Ideal Pasca Covid-19, disebut disruptif mindset . Kerja keras, pemikiran out of the box, pergeseran fokus dari guru ke siswa, proses pembelajaran yang diubah dari sekedar mengajar (teaching) ke belajar (learning) bahkan memungkinkan sampai kepada pembelajaran sepanjang hayat (long-life learning). Hal ini menuntut guru untuk senantiasa memahami lingkungan dan beradaptasi terhadap perubahan. Putera Sampoerna dalam buku 4G Marketing karya Hermawan Kertajaya pernah mengatakan : "Understand the environment, what you can do with it and if you can't do something with the environment, change it". Senada dengan saran Huge Courtney dalam menghadapi ketidakpastian: "Embrace uncertainty, explore it, slice it, dice it, get to know it, and by this improve their foresight".

        Kalau hanya mengajarkan pengetahuan, maka guru akan kalah dengan teknologi AI, google dan mesin pencari lainnya. Namun penanaman nilai-nilai keimanan, akhlak mulia dan soft skill berbasis keteladanan dan interaksi yang intensif dan dinamis antara pimpinan, guru dan siswa dalam satu lingkungan pendidikan tidak akan pernah tergantikan. Maka saya selalu teringat adagium pesantren yang juga merupakan kaidah fiqh : Al muhafazhatu 'ala al-qadimi ash-shalih, wal akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (mempertahankan yang baik yang telah ada dan mengambil yang baru yang lebih baik).

Alternatif Poin Tindakan: Perubahan mindset dan perilaku terhadap perubahan lingkungan menjadi sebuah kemestian. Bangunlah lebih pagi, bacalah buku tentang pengembangan diri dan  keilmuan profesional, berazzamlah agar hari ini lebih baik dari hari kemarin dan kembangkanlah kapasitas serta keteladanan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline