"Memberikan pendidikan seks yang tepat pada anak adalah hadiah terpenting yang bisa diberikan orang tua; ini bukan sekadar informasi, tetapi perlindungan untuk masa depan mereka."
Kita hidup di zaman di mana anak-anak bisa saja menjadi pelaku kekerasan, seperti yang terjadi dalam kasus tragis baru-baru ini. Kasus mengerikan di mana seorang anak perempuan di Palembang Sumatra Selatan menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan oleh anak di bawah umur. Sebuah berita yang sangat miris membuka kembali wacana penting: seberapa efektif pendidikan seks dan nilai-nilai dalam keluarga dalam mencegah kekerasan yang dilakukan oleh anak di bawah umur? 'Anak-anak perlu diajarkan tentang cinta, bukan kekerasan,' kata seorang pakar. Namun, seberapa banyak edukasi yang sebenarnya diberikan?" dan apakah Peran Keluarga dalam Mencegah Kekerasan di Kalangan anak di bawah umur sudah berjalan dengan baik?
Kejadian kekerasan yang dilakukan oleh anak di bawah umur baru-baru ini menunjukkan adanya krisis dalam sistem pendidikan keluarga. Terutama di era saat ini dengan kemudahan akses informasi yang dapat di akses kapanpun dan dimanapun.
Menurut WHO (World Health Organizaton) dalam jurnal (Aki, 2016) pendidikan seksualitas perlu diberikan sebagai suatu pengetahuan dan informasi agar menjadi individu yang sehat secara seksual. Individu tersebut juga selain perlu mendapatkan pendekatan secara pendidikan, juga perlu menerima pelatihan dan edukasi berkelanjutan untuk memastikan suatu informasi yang diterima akurat, berbasis fakta, tepat, dan bebas dari diskriminasi, gender bias, dan kecacatan.
Pendidikan seks adalah upaya pengajaran penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seks yang diberikan kepada anak agar ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan, sehingga jika anak telah dewasa dan dapat memahami unsur-unsur kehidupan ia telah mengetahui masalah-masalah yang dihalalkan dan diharamkan bahkan mampu menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak, kebiasaan, dan tidak mengikuti syahwat maupun cara-cara hedonistic (Hi.Yusuf, 2020)
Dapat disimpulkan dari pembahasan di atas bahwa pendidikan seks pada anak merupakan suatu hal yang sangat penting bukan hanya tentang reproduksi saja melainkan tentang hubungan, konsensualitas, dan juga menghoraati diri dan orang lain. Hal ini, sangat relevan dengan permasalahan yang terjadi baru-baru ini. Tindakan kriminalitas yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang berinisial IS (16 tahun), MZ (13 tahun), NS (12 tahun), dan AS (12 tahun). kepada rekan perempuan berinisial AA yang berusia (14 tahun). Kasus tragis dimana seorang anak di bawah umur melakukan kekerasan seksual sekaligus pembunuhan terhadap temannya jelas mencerminkan pentingnya pendidikan seks yang tepat dalam konteks peran keluarga.
Sumber : Pinterest
Salah satu penyebab utama dari tindakan mengerikan ini adalah kurangnya peran pendidikan keluarga dalam memberikan pendidikan seks yang komprehensif, yang membuat anak-anak bingung tentang hubungan, batasan, dan konsep persetujuan. Tanpa pemahaman yang jelas, anak tersebut mungkin tidak menyadari dampak dari tindakan yang diambil. Selain itu, keluarga tidak memiliki komunikasi yang terbuka dapat menciptakan ruang kosong bagi anak untuk mencari informasi di tempat lain, sering kali di lingkungan yang kurang sehat. Pengaruh konten kekerasan dari media dan lingkungan juga turut berkontribusi; apalagi 1 diantarnya yang terpapar pada perilaku agresif dalam video porno. Disamping itu, masalah psikologis dan gangguan emosi yang tidak terdeteksi dalam diri anak dapat menyebabkan ketidak mampuan mengelola emosi. Normalisasinya kekerasan dalam lingkungan tumbuh mereka, dan adanya desakan dari teman sebaya, tentunya semakin memperburuk situasi.
Dari kasus ini juga kita tahu bahwa kebobrokan karakter manusia di Indonesia semakin menemukan titik nadir yakni dari anak usia prasekolah hingga dewasa gemar melakukan tindakan a moral baik yang berhubungan merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Kebobrokan karakter ke-empat anak sebagai pelaku pemerkosaan dan juga pembunuhan merupakan bukti rapuhnya ruh pendidikan bahkan menjadi bukti konkret gagalnya pendidikan keluarga yang membekali manusia menjadi individu yang beradab.