Lihat ke Halaman Asli

Kelana Siwi

Hidup ini kenyataan sekarang

LiSa

Diperbarui: 12 April 2022   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PADA satu tempat yang tidak di tentukan. Akuarium bulat dengan ikan koi dalam satu ruang yang cerah. Sementara sebuah cermin dalam satu sudut yang lain. Samar terlihat perempuan mengepulkan asap rokok, dan di satu sisi, lelaki menegak. Pandangangnya tajam ke depan. Namun begitu raut mukanya terlihat menyimpan sesuatu yang berat. Sebut saja perempuan itu Li dan lelaki itu Sa.

Sa           : (berat) aku tak akan menggantungkan apapun yang kemudian kau sebut dengan cinta. karena betapapun di sanalah semua itu dimulai. di sanalah alpha bersemayam. dan di sana pula alif menjadi ruh. apapun itu, di sanalah yang awal bersemayam. (Li terbatuk)

                   aku tak bisa memungkiri. dan lantaran itu, di sekelilingku menjadi penjara. tapi toh aku menikmatinya. Bahkan kadang, itulah yang menjadi puncak-puncak ekstase dalam setiap perhentian perjalananku. (Sa tersenyum sinis di sela kepulan asap rokok)

                   dan seperti yang lain pula, barangkali kau tak menemukan apapun di sini. kau terlalu asyik, sebagaimana yang lain mengenakan topeng. bisa saja kau tak merasa bahwa apa yang kau kenakan itu serupa topeng. karena, betapapun semua itu telah menyatu dengan dirimu, mengurat di nadimu hingga menjelma sebagiamana sebuah kewajaranmu. (Sa melangkah dua tindak. mengambil sebuah godam, dan menggodam lantai. Li bangkit dan menegak dengan rokok di tangan.)

                   duniaku telah mengalami usang berkali-kali. tapi tak juga satu nisanpun bertumbuhan. semuanya kosong! Dan tiba-tiba, aku seperti dihadapkan pada mariyuana (Sa meletakkan godam dengan kasar. Li maju satu tindak). aku berada pada pusaran yang aku sendiri tidak menguasainya. aku tenggelam dalam prahara yang sesungguhnya menerbitkan merjan-merjan kesunyian! riuh redah nan kosong! (Sa terlungkup).

Li             : cengeng! (ekor matanya melirik ke ara Sa).

Sa           : (bangkit, menuju Li) bedabah! kau selau tak pernah mengerti aku!

Li             : karena kau aneh!

Sa           : bedebah!

Li             : kau ambigu!

Sa           : kau kontradiksi!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline