jo galetung pemuda biasa saja
umur sebaya tapi hidup paspasan
di kampung bukan apa-apa
tak banyak ide tak banyak protes
manggut-manggut yang dilakukan
tiap pertemuan kampung
jo galetung selalu ngiler
tiap liat kemewahan
nafsunya menanjak liat
cewek bening bersliweran
tapi tak punya modal
untuk raih itu semua
ia putar otak
ia peras pikir
ia kelimpungan mencari cara
untuk penuhi nafsu picisan
suatu ketika tengah ia melamun
berjalan di pinggir jalan
jo galetung merutuk keras
lantaran hampir terserempet truk
namun matanya terpana
melihat tulisan di bak truk belakang
'ku tunggu jandamu'
ia terkesiap dan minggir
terduduk di trotoar
jo galetung merenung
ia coba tunggu truk berikutnya
di awasi tulisan di bak truk lagi
'kau dan aku sudah menjadi kita,
jangan lagi ada dia'
jo galethung tersenyum
ia punya hobi baru
:menunggu truk lewat
berbekal pelajaran dari bak truk
jo galetung kerap nginap di taman budaya
ngopi bareng penyair
ngibul sana sini
selfa selfi
pulang kampung dan mendadak penyair
setiap panggung sastra dilahapnya
setiap penyair besar
digantunginya
dan perempuan-perempuan bening
di dekatinya
'tak apa dikampung gak dianggap
yang penting digilai cewek
ngopi gratis
dan tentu saja bisa ngutang
di warung taman budaya'
predator bertopeng penyair
adalah ia!
...
Kendal, 180919
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H