*** berikan kelopak melati-Mu kepadaku kan kuhirup hingga merasuk menembus tulang rusuk mengelus rindu hingga tangkai nya perdu menghalau seluruh risau terpelanting semua malu berkeping-keping hingga rembulan masuk menusuk mata ku kuharap Kau melihat saja setelah Kau buka semua jendela rasa yang ku punya kau biarkan ranum anggur-Mu di lidah yang ku baca sedangkan di dermaga cinta-Mu, hati selalu labuhkan sauh di kedalaman gua-Mu huruf itu ada kala pertama sekarang semua mabuk dalam penggal ayat-ayatnya mereka tak pernah tidur, selalu gelap meski banjir cahaya berjalan tanpa alas, menyapu debu dan kotoran bumi aku hanya melihat semua yang tersebut, yang ku coba usap, berharap kan jadi pijar walau di rahim bumi, hati yang rindu kian terpancar dalam piala cinta, memancar malam-malamku yang penuh nalar berkelana seperti raja yang sedang berburu rusa mengejar, hingga sampai ke gunung yang bertebing yang sumbing dihantam abrasi dan cuaca aku masih berdiri di tanah yang sama menunggu sepiring cinta tersaji dari mu yang maya ku tunggu, tanpa pernah ku lipat semua rasa lalu, ku lihat warna mu menyapa, menuntunku dalam doa, dan mendorong tubuhku hingga rebah aku jatuh telungkup di atas pusara, lalu kau paksa diriku tuk memeluk pusara itu, kau pinta membantu mengusung cinta pada kerandanya dan kau ajak kita bersama, mengusungnya terbang hilang ke nirwana Ah... burung dara yang terbang, kerdipku terhalang di pematang usang, kusemai kasih dan sayang tempat buruk yang terpuruk pilu pun tumbuh berumpun-rumpun mengakar, menembus pori-pori bumi tumbuh bersama hujan dan tergenang dalam basah Ah... cintaku telah ku lalui lembah jurang lukamu telah ku rasakan duri rumputnya yang menancap di kaki ku tetap kan ku daki semua cinta-Mu ke puncak yang paling hakiki pasti ku tuju *** ilustrasi gambar: sudahtaukahkamu.blogspot.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H