Lihat ke Halaman Asli

Homoseksual: Takdir atau Pilihan Hidup?

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_267009" align="alignleft" width="170" caption="Buah kehidupan: Berikan aku kesempatan melihat dan merasakan kehidupan dunia"][/caption]

Homoseksual. Banyak sudah literatur yang menjelaskan tentang homoseksual, apa dan bagaimana homoseksual itu terjadi. Secara umum homoseksual adalah suatu keadaan dimana seseorang tertarik secara seksual dan emosional pada orang lain yang berjenis kelamin yang sama. Contoh: seorang wanita yang tertarik secara seksual dengan seorang wanita dan atau seorang pria yang tertarik secara seksual dengan seorang pria.

Pertanyaan yang sering muncul terkait masalah ini adalah apakah hal ini sebuah takdir atau pilihan hidup?

Sebelum menjawab pertanyaan ini maka ada baiknya kita simak dua buah contoh kasus dari dua orang yang mengaku homoseksual.

Dalam tulisan Bang ASA disini, Andra10 menceritakan kisahnya bagaimana dia menjadi seorang homoseksual. Dalam diskusi kecil yang terjadi antara Mariska Lubis dan Andra 10, Curhat Seorang Kompasianer Gay (Kisah Nyata), saya mengambil kesimpulan bahwa homoseksual bisa terjadi juga pada seseorang yang berasal dari keluarga bahagia seperti yang dialami oleh Andara10. Perlakuan seorang dewasa terhadap seorang bayi seperti misalnya cara memandikan sang bayi dapat menjadi pemicu kecenderungan seseorang menjadi homoseksual seperti yang diuraikan oleh Mariska.

Kalau kita merenung sejenak, kadangkala ketika memandikan atau menggantikan popok seorang bayi, kita biasa mempermainkan alat kelamin sang bayi dikarenakan rasa gemas terhadap sang bayi. Dan terkadang hal ini direspon oleh sang bayi dengan tawanya. Lalu apakah tawa sang bayi ini menjadi indikasi bahwa dia menikmati rangsangan yang diberikan? Sebagai seorang awam dalam hal ini maka asumsi saya kemungkinan itu bisa saja benar adanya. Inilah mungkin perlakuan yang keliru terhadap seorang bayi yang dimaksudkan oleh Mariska dalam diskusi tersebut yang memicu seseorang menjadi homoseksual dan kecenderungan ini akan semakin besar/kecil tergantung pada perjalanan sang bayi menjadi seorang manusia remaja dan atau dewasa. Hal ini yang bisa saya tangkap dalam diskusi kecil tersebut.

Masih dalam tulisan tersebut oleh narasumber dinyatakan bahwa ketertarikan beliau terhadap sesama jenisnya dimulai sejak kecil dan lalu beliau melakukan pencarian yang panjang tentang kelainan yang dirasakan dan akhirnya sampai pada kesadaran bahwa dia benar mempenyai kecenderungan menyukai pria baik secara seksual maupun emosional. Menyadari hal ini beliau memutuskan untuk berada pada posisi ini, menjadi seorang homoseksual. Memutuskan untuk menjadi homoseksual belum tentu berarti memutuskan juga untuk melakukan kegiatan homoseksual. Hal ini yang perlu dibedakan.

Lain Andara10, lain pula dengan Samuel Watimena, salah seorang perancang mode terkenal Indonesia yang pernah menjalani hidup sebagai seorang homoseksual selama 24 tahun dan melakukan kegiatan homoseksual. Cerita selengkapnya bisa dibaca disini: Kesaksian Samuel Wattimena, Bertobat dari Kehidupan Gay . Kisah hidup Samuel Watimena pernah dimuat oleh Harian Kompas.

Saya tidak akan membahas lebih jauh perjalanan hidup seorang Samuel Watimena sebagai seorang yang pernah menjalani kehidupan homoseksual. Apa yang ingin saya kemukakan lewat pengalaman hidup beliau adalah bahwa beliau mengalami suatu tahap/proses yang sama dengan Andara10: sadar, berpikir/analisa, pengambilan keputusan. Ketiga tahap ini pasti ada dan akan selalu ada dalam perjalanan hidup seseorang, terlepas apakah dia seorang homoseksual atau heteroseksual. Yang membedakan adalah pada input, output, dan feedback.

Dari dua contoh kasus diatas maka kesimpulan yang bisa ditarik adalah bahwa menjadi seorang homoseksual adalah merupakan sebuah keputusan hidup, bukan takdir. Hal ini dikarenakan seseorang selalu melewati sebuah proses yang dinamakan kesadaran, berpikir/analisa, dan mengambil keputusan. Ketika saya sedang berjalan, saya sadar akan keadaan disekitar saya. Saya mengamati keadaan disekitar saya, dan dari pengamatan itu saya menganalisa keadaan disekitar saya dan akhirnya membuat keputusan-keputusan yang membimbing saya sampai pada ke tempat tujuan. Ketika saya makan sesuatu, saya sadar akan keberadaan makanan tersebut dan melakukan analisa atasnya dan memutuskan mana yang akan saya santap dan bagaimana saya harus menyantapnya. Karenanya ada ungkapan yang sering kita dengar bahwa hidup adalah membuat keputusan.

Kelahiran dan kematian adalah sebuah takdir, dan diantara dua takdir itu adalahmerupakan keputusan-keputusan hidup yang harus/mutlak dilakukan oleh setiap manusia.

Keputusan-keputusan hidup yang dibuat oleh seseorang adalah merupakan hak asasi seseorang. Baik atau buruk keputusan itu, semuanya bergantung pada pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki seseorang. Benar atau salah keputusan itu bergantung kepada pengetahuan moral seseorang. Pengambilan keputusan itu adalah merupakan implikasi dari sebuah kehendak bebas yang dimiliki oleh setiap orang.

Mencermati fenomena homoseksual ini, timbul beberapa pertanyaan dibenak saya:

  1. Apakah homoseksual ini sejalan dengan hukum alam? Hukum alam tentang seorang manusia bahwa seorang anak manusia hanya dapat tercipta melalui perkawinan silang antara sel sperma dan sel telur. Hingga saat ini belum ada satupun ilmuwan di muka bumi ini yang berhasil menciptakan seorang anak manusia melalui perkawinan sejenis antara dua buah sel sperma dan atau dua buah sel telur.
  2. Mengutip pernyataan Mariska Lubis tentang seks adalah titik awal kehidupan dan kehidupan itu sendiri, maka bagaimana hubungannya dengan homoseksual?

Berangkat dari pernyataan tersebut maka saya akan mencoba menguraikannya lebih lanjut sesuai dengan interpretasi saya.

Seks adalah titik awal kehidupan. Dimanakah titik awal kehidupan tersebut dan kapan titik awal kehidupan itu terjadi? Apakah ketika sebuah janin/embrio berkembang menjadi seorang bayi dalam kandungan? Hal ini bisa benar namun kurang tepat. Titik awal kehidupan terjadi pada saat sel sperma dan sel telur bertemu! Disinilah titik awal kehidupan itu terjadi. Pertemuan dua sel berbeda jenis tersebut akan menjadi sebuah titik awal terciptanya kehidupan.

Lalu bagaimana dengan seks sebagai kehidupan sendiri? Seks sebagai kehidupan itu sendiri karena sel sperma dan sel telur adalah sumber-sumber kehidupan itu sendiri, yang mana pertemuan dari keduanya akan menjadi titik awal dari sebuah kehidupan.

Jika demikian halnya, apakah homoseksual itu adalah sebuah sikap yang menentang sebuah proses terciptanya kehidupan? Dengan memutuskan menjadi homoseksual berarti memutuskan mata rantai kehidupan? Bayangkan jika semua makhluk dimuka bumi ini yang bernama manusia memutuskan menjadi homoseksual. Apa yang akan terjadi? Kehidupan akan berhenti dengan sendirinya karena tidaka akan ada lagi kehidupan selanjutnya.

Saat ini marak kaum homoseksual mengkampanyekan homoseksual sebagai bagian dari hak asasi seseorang. Benar, sangat benar adanya! Menjadi homoseksual adalah bagian dari hak asasi seseorang yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Lalu ketika seorang homoseksual memutuskan menjalani kehidupan homoseksual, apakah hal tersebut sudah sesuai dengan moral yang ada? Pro dan kontra yang akan timbul biasanya adalah apakah moral itu? Siapa yang bisa menghakimi hal ini benar dan hal itu salah atau sebaliknya? Saya tidak akan mengambil ayat-ayat kitab suci karena saya tahu banyak juga yang alergi akan hal ini. Baiklah saya coba member satu contoh/ilustrasi saja.

Saya membenci si A karena si A telah melakukan sesuatu yang sangat menyakitkan hati saya. Alhasil saya memutuskan untuk membunuh si A. Keputusan ini adalah merupakan hak saya pribadi yang tak seorangpun bisa menghalanginya kecuali saya memutuskan untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menghalanginya. Keputusan mutlak ditangan saya. Saya belum mengambil tindakan melakukan pembunuhan, baru pada tahap memutuskan untuk membunuh si A. Pertanyaan yang timbul adalah apakah membunuh itu baik dan atau benar? Mengapa pertanyaan ini timbul, tentunya terkait dengan persoalan moral. Lalu ketika saya memutuskan (lagi) untuk melakukan kegiatan itu dalam arti membunuh si A hingga meninggal, maka apa yang terjadi? Yang terjadi adalah saya memenuhi EGO diri saya untuk menghabisi nyawa seseorang.

Ketika sebuah hak asasi dipertentangkan dengan moral, maka yang terjadi adalah pemenuhan EGO pribadi. Penggunaan hak asasi yang tidak sejalan dengan moral akan menimbulkan kekacauan. Hidup adalah membuat keputusan, dan keputusan itu adalah bagaimana mengalahkan ego pribadi.

Terakhir ijinkan saya mengutip kata-kata bijak sebagai berikut:

Love the sinner, hate the sin.

Semoga bermanfaat.

CodeConverted@MY360MI Sumber gambar: Photobucket




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline