Lihat ke Halaman Asli

INVITA 2019

Diperbarui: 14 Oktober 2019   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 8 Oktober saya dan teman-teman seangkatan dari SMP Labschool Jakarta berangkat ke stasiun Gambir. Malam ini kami akan melakukan perjalanan ke solo untuk kegiatan INVITA. Kami berangkat ke Solo menggunakan kereta api Argo Lawu.  Keretanya bagus, bersih dan nyaman. Seharusnya kami bisa tertidur pulas di dalam kereta seperti itu. Tapi entah kenapa, mungkin karena terlalu semangat INVITA. Saya tetap terbangun sampai jam 11 malam. Bahkan ada yang bangun sampai sampai tengah malam. Teman di sebelah saya, Kalya tidak tidur sama sekali. Dia terus mengeluh susah tidur karena insomnia. Dan bukannya diam menghormati orang yang tidur, dia malah terus mengganggu yang lain.

Setelah sekitar 8 jam di kereta, pada jam 4 pagi kami akhirnya sampai di stasiun Balapan Solo. Suasana stasiun sangat ramai pagi itu. Kami langsung menaiki bus menuju restoran Taman Sari untuk mandi dan sarapan. Setelah badan bersih dan perut sudah terisi, kami melanjutkan perjalanan kita di Solo. Tujuan berikutnya adalah Museum Sangiran.

Di dalam, ada banyak ruang pameran berisi benda-benda prasejarah. Selesai berkeliling museum, kami kembali menaiki bus dan pergi menuju PT. Sritex. Di sana kami belajar bahwa sritex awal mulanya hanyalah toko tekstil kecil di pasar. Tapi karena kerja keras Pak Lukminto, pendiri Sritex. PT. sritex sekarang menjadi perusahaan tekstil terbesar di asia tenggara. Hebat! Saya dan teman-teman juga dapat kesempatan berbelanja pakaian di sana, kunjungan ini lebih seru dari apa yang saya bayangkan.

Malam itu kami sudah berada di hotel cavinton yogya. Butuh beberapa jam perjalanan dari solo ke yogyakarta. Lagi-lagi, entah kenapa tidak ada yang tidur cepat malam itu. Maka pagi itu, saya dan teman-teman sekamar turun sarapan terlambat, dan hampir tidak mendapatkan kursi. Tempat selanjutnya yang akan kami kunjngi adalah tempat tragedi erupsi gunung berapi terjadi pada tahun 2010. Kami mengunjungi gunung merapi, menaiki jeep di jalan tanpa aspal yang berliku-liku. Pertama, kami berhenti di museum mini sisa hartaku. Terdapat foto-foto, sisa pakaian, gelas meleleh, dan barang-barang yang terkena dampak erupsi. Sangat menarik bahwa masih terdapat barang yang terselamatkan dari tragedi itu.

Perhentian kedua, batu alien. Konon, batu ini bentuknya seperti kepala alien. Walaupun menurutku, tidak ada yang mirip alien dari batu ini. Yang menarik adalah: sebelum erupsi, batu alien yang besar ini tidak ada. Kata orang-orang di sana, batu alien terlempar jauh dari perut bumi saat erupsi. Bisa kalian bayangkan? Batu sebesar itu pindah dar dalam bumi hingga sampai dekat pemukiman warga. Pasti merupaka letusan yang sangat dahsyat. Perhentian terakhir di merapi adalah bunker kaliadem. Bunker ini dibuat untuk warga sekitar agar dapat mengungsi kala merapi meletus. Tetapi pada 2010, dua orang relawan yang melindungi diri di bunker ini kehilangan nyawa mereka karena bunker kaliadem ternyata tidak kuat menahan lahar panas yang keluar dari perut bumi.

Setelah betualang di kawasan gunung merapi, kami semua makn siang dan melanjutkan perjalanan ke desa pentingsari. Di mana kami belajar membatik. Saya pikir membatik sama halnya seperti menggambar, ternyata lebih rumit dari itu. Diperlukan konsentrsi dan kesabaran yang penuh untuk melukisnya. Saya dan teman-teman jadi lebih menghormati para pembuat batik yang terus tekun dan sabar melukis batik-batik yang indah. Setelah dari desa pentingsari, kami menikmati sunset sambil berfoto-foto di tebing breksi. Tempatnya biasa saja, hanya tebing dari batuan breksi. Tapi tempat ini memang cocok untuk berfoto-foto dengan latar belakang tembok putih tebing.

Setelah dari tebing breksi, malam itu kami berbelanja di jalan yang tidak asing lagi namanya, jalan Malioboro. Saya dan teman-teman terus asyik memutari jalan itu. Keluar masuk ke toko-toko yang berbeda, sibuk tawar menawar sampai dapat harga yang kita inginkan. Akhirnya, saya kembali ke hotel dengan 4 gelang dan asbak rokok berbentuk tengkorak, bukan untuk merokok tentunya. Tapi hanya untuk pajangan yang menarik.

Keesokan harinya, hari terakhir kami di yogya. Pagi itu kami langsung berangkat ke candi borobudur di Magelang. Candi besar bercorak buddha yang sudah menjadi salah satu keajaiban dunia. Suasana di borobudur sangatlah ramai, ditambah pula sinar terik matahari. Tetapi suasana itu tidak akan menghentikan kami dari berfoto-foto di atas candi dengan pemandangan kota magelang. Ternyata candi borobudur banyak diminati oleh wisatawan asing. Saya sempat bertemu dan mewawancarai turis dari spanyol yang mengatakan bahwa Ia memiliki satu rak buku penuh dengan buku-buku tentang borobudur. 

Setelah mengunjungi objek wisata borobudur, saatnya kami kembali berbelanja. Pertama kami ke Djava, membeli segala macam makanan khas yogyakarta. Selanjutnya kami ke Dagadu, toko souvenir dengan barang-barang buatan anak bangsa. Sayang harga barang-barang di sana cukup mahal, saya tidak jadi membeli souvenir. Selesailah invita kami di solo, yogya, dan magelang. Malam itu, kami sudah tertidur pulas di kereta api Taksaka menuju stasiun Gambir, jakarta. Pengalaman yang tak akan terlupakan bersama teman-teman dan guru saya di SMP Labschool Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline