Lihat ke Halaman Asli

Menjaga Integrasi Nasional di Tengah Ancaman Disintegrasi

Diperbarui: 10 September 2024   00:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mempertahankan persatuan dan kesatuannya, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan dan perbedaan."

PENDAHULUAN

Sejak meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia telah dibangun di atas fondasi keragaman yang luar biasa, baik dari segi budaya, agama, maupun etnis. Keragaman ini, meskipun menjadi kekayaan yang tak ternilai, juga membawa tantangan tersendiri bagi upaya mempertahankan keutuhan bangsa.

Dalam menghadapi ancaman disintegrasi, pemahaman yang mendalam tentang konsep integrasi nasional menjadi sangat krusial. Integrasi tidak hanya berarti penyatuan berbagai elemen bangsa, tetapi juga mencakup usaha untuk menciptakan harmoni dan kebersamaan dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Inti integrasi terletak pada kemampuan bangsa Indonesia untuk menjaga kesatuan dan kerukunan di tengah keberagaman, dengan tetap menghargai perbedaan yang ada. Hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap integrasi, Indonesia dapat terus maju sebagai bangsa yang utuh dan berdaulat, sekaligus menjadi teladan bagi dunia dalam merawat persatuan di tengah pluralitas.

Keinginan Indonesia untuk mewujudkan integrasi nasional sudah ada sejak dulu, seperti pada masa Kerajaan Majapahit, dimana rakyatnya yang beragam agamanya dapat hidup dengan harmonis. Intergrasi nasional adalah upaya untuk menyatukan perbedaan -- perbedaan yang ada dalam suatu negara untuk menciptakan kerukunan nasional. 1 Integrasi nasioanl penting untuk mencapai persatuan dan kesatuan bangsa.

PERMASALAHAN

Mewujudkan integrasi nasional di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, terutama dari ancaman disintegrasi yang muncul sejak awal kemerdekaan. Sejarah mencatat sejumlah pemberontakan dan gerakan separatis yang mengancam keutuhan bangsa. Pemberontakan PKI di Madiun (1948) serta gerakan separatis seperti Republik Maluku Selatan (RMS) pada 1950 dan Permesta di Sulawesi Utara (1957) menunjukkan perbedaan ideologi dan kepentingan politik sebagai faktor utama pemicu.3

Selain itu, pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan juga mencerminkan perbedaan visi mengenai bentuk negara. Di era modern, gerakan seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang ingin memisahkan diri karena ketidakpuasan terhadap distribusi kekuasaan, sumber daya, dan keadilan.6-7

Permasalahan ini menunjukkan bahwa keberagaman Indonesia, jika tidak dikelola dengan baik, berpotensi memicu disintegrasi. Gerakan separatis dan pemberontakan mencerminkan kompleksitas tantangan yang dihadapi bangsa ini, di mana kepentingan lokal dan nasional seringkali berbenturan. Oleh karena itu, pendekatan yang komprehensif dan adil diperlukan untuk menjaga kesatuan dan keutuhan Indonesia di tengah keragaman yang ada.2

PEMBAHASAN

Dalam menghadapi ancaman disintegrasi ke depan, upaya komprehensif dari berbagai elemen bangsa sangat diperlukan. Pemerintah memiliki peran penting sebagai penjaga persatuan dengan memperkuat kebijakan yang mendukung pemerataan pembangunan dan keadilan sosial di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan infrastruktur dan ekonomi yang merata, khususnya di daerah-daerah terpencil, akan mengurangi rasa ketidakadilan yang sering kali menjadi pemicu gerakan separatis. Selain itu, dialog dan diplomasi budaya perlu ditingkatkan agar perbedaan yang ada dapat dikelola sebagai kekuatan, bukan ancaman.4

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline