Kebijakan pendidikan Indonesia selalu menjadi topik perdebatan, terutama mengenai keberlanjutan Ujian Nasional (UN), penerapan Kurikulum Merdeka, serta sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan jalur zonasi.
Seiring dengan perubahan struktur kementerian dalam era pemerintahan Prabowo Subianto, yang memecah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi tiga kementerian terpisah, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, mengumumkan niatnya untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan yang ada, termasuk Ujian Nasional (UN), implementasi Kurikulum Merdeka, dan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan jalur zonasi.
Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut dapat berjalan lebih efektif, inklusif, dan relevan dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia, serta memberikan dampak positif terhadap kualitas pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Evaluasi ini menjadi penting, mengingat dampaknya yang sangat besar terhadap kualitas pendidikan dan kesetaraan kesempatan bagi seluruh peserta didik di Indonesia.
Dalam konteks ini, penulis mencoba untuk membahas relevansi dan urgensi evaluasi kebijakan yang sedang berlangsung serta mengkaji tantangan dan potensi perbaikan yang perlu dipertimbangkan.
Ujian Nasional (UN) telah lama menjadi alat penilaian utama dalam sistem pendidikan Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul kritik terkait dengan efek negatif UN terhadap kualitas pembelajaran dan kesejahteraan siswa.
Penilaian berbasis ujian yang terpusat ini sering kali dianggap tidak mencerminkan kemampuan siswa secara menyeluruh. Bahkan, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa UN lebih banyak menjadi faktor stres bagi siswa daripada sebagai alat ukur kemampuan akademik.
Sebuah studi oleh Arifin (2014) menemukan bahwa UN berkontribusi pada kecemasan yang tinggi di kalangan pelajar, yang pada gilirannya memengaruhi kinerja mereka. Selain itu, UN cenderung memfokuskan perhatian pada aspek kognitif semata, sementara keterampilan sosial, emosional, dan kreativitas -yang semakin dianggap penting dalam dunia kerja- ----sering kali terabaikan.
Pada 2020, pemerintah mengumumkan kebijakan untuk menghapuskan UN secara permanen. Keputusan ini dinilai sebagai respons terhadap kebutuhan untuk beralih ke sistem penilaian yang lebih holistik dan berorientasi pada perkembangan siswa secara menyeluruh. Namun, kebijakan ini juga memicu perdebatan, mengingat belum ada sistem evaluasi pengganti yang memadai.
Oleh karena itu, evaluasi kebijakan mengenai penghapusan UN menjadi sangat relevan, untuk memastikan bahwa sistem evaluasi yang baru benar-benar dapat mencerminkan kemampuan siswa dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Di sisi lain, penerapan Kurikulum Merdeka merupakan langkah besar dalam menciptakan pendidikan yang lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan peserta didik. Kurikulum ini memberi keleluasaan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan potensi masing-masing.