Lihat ke Halaman Asli

Gunawan Wibisono

TERVERIFIKASI

Palembang, Sumatera Selatan

Ngemis, Salah Satu Alternatif Pekerjaan yang Mapan

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini dalam perjalanan saya menuju kantor, saya terhenti karena traffic lights di salah satu perempatan jalan utama yang saya lalui menyala merah.

Sambil menunggu lampu menyala hijau, pandangan saya tertumbuk pada beberapa orang pengemis yang diantaranya seorang ibu sambil menggendong anak balita “sedang bekerja mengemis” dengan penuh kesabaran. Mereka menadahkan tangan, menghiba mencoba mengetuk hati para pengendara agar sudi bersimpati setidaknya memberikan uang recehnya.

Sepintas, mereka adalah bagian dari kaum duafa yang layak disantuni. Iseng-iseng saya mencoba berhitung mengenai pendapatan mereka.

Traffic lights di perempatan jalan utama tempat kendaraan saya berhenti, lampu merah menyala selama lebih kurang tiga menit. Artinya, jika seorang pengemis memperoleh penghasilan rata-rata seribu rupiah saja setiap tiga menit maka ia akan memperoleh dua puluh ribu rupiah selama satu jam kerja mengemis.

Jika seorang pengemis bekerja selama delapan jam sehari sebagaimana umumnya jam kerja para pekerja kantoran maka penghasilan yang diperolehnya adalah sebesar seratus enam puluh ribu rupiah dan jika ia mengemis selama tiga puluh hari penuh maka penghasilan yang diperolehnya menjadi sebesar empat juta delapan ratus ribu rupiah.

Angka empat juta delapan ratus ribu rupiah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penghasilan pegawai negeri golongan IIIa dengan masa kerja 0 tahun yang berada pada kisaran dua jutaan rupiah saja.

Pantas saja, jika selama ini pemerintah sulit sekali menghentikan pekerja “ngemis” ini, mengingat penghasilan yang diperoleh ternyata cukup besar. Jika seorang ayah yang bekerja sebagai pengemis lalu mempekerjakan beberapa orang anaknya yang lain untuk melakukan hal yang sama tentu dapat dibayangkan penghasilan yang mereka peroleh setiap harinya.

Saya dapat memahami kenapa selama ini pemerintah kesulitan menghentikan pekerjaan mengemis, mengingat di jalanan, kaum pengemis telah menemukan kebahagiaannya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline