Tebo, Jambi (17/3). Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Tebo-Jambi, periode tahun 2011-2016 yang berlangsung pada tanggal 10 Maret kemarin dinilai banyak kalangan syarat dengan masalah, kecurangan yang terjadi secara masif dimotori oleh Pejabat Negara, Kepolisian, dan oknum dari penyelenggara Pemilu (KPUD) Kabupaten Tebo. Hal ini terungkap dari berbagai fakta, seperti banyaknya pengaduan masyarakat kepada Panwaslu Kabupaten Tebo, Rekaman-rekaman, Kesaksian masyarakat, serta bukti-bukti yang memperkuat keterlibatan Pejabat Negara dalam Pemilukada Kabupaten Tebo. Melihat masifnya keterlibatan Pejabat Negara dan oknum dari penyelenggara Pemilu dalam proses Pemilukada ini, akhirnya Panwaslu Kabupaten Tebo mengeluarkan Rekomendasi tentang adanya pelanggaran Kode Etik kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Tebo. Menurut sebahagian besar warga Tebo, kecurangan Pemilukada terjadi hampir disetiap kecamatan, dari sekian banyak kecurangan ini dapat dikelompokkan kedalam ranah Administratif, Kode etik, dan Pidana. Seperti yang dilakukan oleh Sdr.Eriyanto, selaku Kepala Bagian umum Pemerintahan Kabupaten Tebo, diketahui pada saat minggu tenang, persisnya pada malam pencoblosan, Pejabat ini kedapatan oleh warga sedang memberikan kain, stiker dan uang kepada masyarakat, agar memilih pasangan Yopi-Sapto, calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor urut 3. Lalu kasus ini dilaporkan warga kepada pihak kepolisian atau Mapolsek setempat, dengan membawa barang bukti berupa kain sarung, stiker dan uang sejumlah jutaaan rupiah. Namun sangat disayangkan ternyata Eriyanto tidak mendapatkan sanksi apa-apa. Kasus seperti yang dilakukan Eriyanto hanya salah satu contoh dari sekian banyaknya kasus yang membuktikan Pejabat atau PNS terlibat aktif politik praktis dalam Pemilukada Kabupaten Tebo, keterlibatan PNS dan Kepolsian ini diketahui dari tingkat Desa, Kecamatan, dan Kabupaten. Kecurangan yang terstruktur ini tentu saja ada yang mengatur atau mengkomandoi, sehingga terjadi dengan sangat terbuka dan masif, demi memenangkan pasangan Yopi-Sapto, pasangan nomor urut 3.
Ditambah lagi dengan kasus yang terjadi pada kantor KPUD Tebo, ketika kertas dan kotak suara sudah sampai di kantor ini, malam harinya kantor tersebut kebobolan yang berakibat pada rusak dan hilangnya beberapa kotak suara, sebahagian masyarakat tentu mempertanyakan bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi, karena kantor tersebut jelas-jelas dijaga oleh sekian banyak aparat keamanan. Kenyataan ini sangat menodai proses Pemilukada di kabupaten Tebo, karena begitu nampaknya konspirasi antara Pejabat Negara, aparat kepolisian khususnya Kapolres Tebo untuk memenangkan pasangan Yopi-Sapto. Beberapa kenyataan buruknya proses Pemilukada ini tentu berujung pada hasil yang diluar dugaan, dari hasil rapat pleno yang dilakukan oleh KPUD Tebo pada tanggal 15 Maret kemarin diketahui bahwa penghitungan suara di ungguli oleh pasangan Yopi-Sapto dengan dengan angka 77.157. Disusul oleh pasangan Suka-Hamdi dengan angka 74.436, dan pasangan Ridham-Eko 12.982. Kemenangan yang diraih pasangan Yopi-Sapto yang sedari awal diketahui melibatkan oknum Pejabat Negara, Kepolisian, dan Penyelenggara Pemilukada, membuat hasil rapat Pleno KPUD Kabupaten Tebo akhirnya tidak di tanda tangani. Kenyataan ini pula yang membuat banyak kalangan menilai, bahwa hasil Pemilukada Kabupaten Tebo bermasalah, dan harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H