Lihat ke Halaman Asli

Tegukan Kopi Terakhir Pagi Ini Adalah Tentang Kamu

Diperbarui: 30 Agustus 2016   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dan tegukan terakhir kopiku adalah tentang kamu.. (dokumen pribadi)

Kamu adalah orang yang pada akhirnya kembali mengajariku apa itu arti menetap, genggaman tanganmu  membuatku melangkah dengan mantap dan tenang.

Sebelum kehadiranmu aku seperti kurcaci kecil yang berjalan kehilangan tanpa tahu harus berhenti di mana, berapa pintu pernah aku terdampar untuk sekedar singgah berteduh tanpa tahu aku harus menetap di mana karena aku hanya singgah di pintu rumah mereka, entahlah kenapa harus seperti itu,kerap kakiku merasa gatal untuk segera lari dan pergi hanya mencoba menjajaki pintu yang lain, dan berapa kali aku berpikir itu semua hal wajar yang musti aku lakukan hanya karena aku ingin mendapatkan pintu terbaik dalam kehidupanku meski kusadari tidak ada pintu terbuat dengan secara sempurna.

Bersamamu aku belajar tentang cinta yang ternyata tidak jauh dari perkara menurunkan ekspektasi. Kita belajar saling membuka hati untuk saling mengenal

Memang baru kupelajari siapa tentang kamu, sosokmu yang sangat berbanding terbalik akan siapa aku justru menjadikan hubungan ini jauh lebih rekat dan untuk di pelajari, kamu dengan sikap banyak berbicara dan tegas dalam memutuskan segala hal di banding aku yang lebih banyak untuk diam mendengarkan dan kerap meredam ketika kau dengan nada tegasmu, justru itulah yang menjadikan perekat kita bagaikan dua kubu magnet yang akhirnya menempel.

Bukan karena kita tidak pernah bertengkar hebat bahkan kerap dua perbedaan pandangan kita debatkan dan menjadikan argue bahwa pendapat kita yang layak di dengar, namun jika kuingat kembali kau tidak pernah membuat hatiku terluka atau remuk redam meski dengan keras kepalamu,kau selalu memanjakanku dengan cara-cara terbaikmu.

Urat leher menegang kaku karena mengutarakan kalimat negasi tanpa jemu, bahkan kalimat maaf kadang enggan terlintas dalam lisan karena gengsi sedang memegang kendali di sini, kita berdua kerap terlihat mirip peserta lomba untuk memepertahankan juara meski tanpa ada piala yang di perebutkan, namun kemudian aku mencermati dengan jejak bijakku jika disetiap pertengkaran yang terjadi hatiku sama sekali belum bercecer dan berserakan kau masih saja tetap menjaganya untuk tetap utuh dan terkendali

Diakhir semua hari kau pasti akan selalu memberikan tangan terbukamu dan pelukan hangatmu , kita memang keras kepala tetapi setidaknya kita memiliki cinta kuat dan bersahaja yang ingin di perjuangkan hingga pada akhirnya nanti.

Di balik semua perjalanan kerasnya hati kita diam-diam kerap ku temui telaga jernih di antara dua kelopak matamu jika ada kehangatan dan rasa aman di sana, meski terasa sulit namun dengan yakin kau selalu berani janjikan jika aku akan baik-baik saja.

Terima kasih, pada akhirnya kau membantuku untuk melepas sepatuku dan menjadikan kedua kakiku tidak berlari lagi, kau ajari aku bagaimana caranya menetap dengan baik.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline