Lihat ke Halaman Asli

Mengunjungi Surga Kecil dari Atambua

Diperbarui: 3 Juni 2016   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Atambua adalah destinasiku berikutnya...

Tuhan, tidak sekejap aku menikmati apa yang Engkau amanahkan segala hal yang pernah tergenggam kelak akan hilang seperti pasir saat aku kepalkan telapakku karena bodohku jika sesungguhnya yang fana itu bukanlah abadi dan Engkau telah ajarkan aku untuk mampu melepas segala hal dengan ikhlas...

Cengkareng kembali menyapaku dengan riuh pikuknya... kembali berpetualang itulah aku, tidak akan pernah berhenti di satu titik ketika sang Kehendak belum menghendakinya

Indonesia Timur mempersilakan aku untuk menyapa dengan goresan penaku.

"Gimana...siap jika ke Atambua...? "

Wow... Tawaran yang sempat membuatku jiper nyali juga. Ini bukan eropa atau negara-negara Asia yang peradabannya telah open dengan segala culture Atambua, Indonesia timur... dan ini adalah bagian dari negara yang aku cintai, tapi ini berbeda, aku diam dengan pijak keraguanku, seorang teman di seberang meja tersenyum lirih, "Gue gak berani jalan, takut ada konflik di sana," itu bisikan lirih dari teman di seberang meja.

Hidup adalah pelajaran, dan di setiap pelajaran itu ada perjalanan yang memberikan kita pengalaman untuk naik kelas, akhirnya setelah 1 hari benar-benar fokus berpikir akhirnya tiket ke atambua sudah di tangan, segala hal aku persiapkan dengan matang, Atambua berbeda dengan perjalananku sebelumnya. Aku berpikir ini adalah negeri yang unik

Udara Atambua menyapaku dengan senyum hujan gerimis. Sepanjang perjalanan kanan kiri masih terlihat hijau dan perawan, sangat berbeda dengan tanah jawa. Kaca mataku mengatakan jika pembangunan memang belum merata, sepanjang perjalanan apa yang aku resahkan ternyata tidak terbukti penduduk yang sebagian besar beragama katolik ternyata mereka welcome dengan atribut hijabku, dengan logat Indonesia timurnya mereka menjawab sapaku.

Bahkan mengatakan aku wanita cantik (hehehee.. alhamdulillah ada yang puji juga akhirnya) bahkan seorang kakek-kakek menawariku buah pisang dan aku terima dengan ucapan terima kasih. Ini adalah awal pertanda baik dan aku akan baik-baik saja selama di tanah ini.

Menuju ke Atambua memerlukan perjuangan yang luar biasa hebat juga, dan buat kalian perempuan-perempuan yang tidak tahan banting aku sarankan jangan pernah sedikitpun memiliki mimpi seperti aku, hehehe sebelum sampai ke Atambua aku bertolak dahulu ke Kupang dari Kupang kita melanjutkan perjalanan menuju Atambua.

Perjalanan ke sana ada dua pilihan yaitu naik pesawat capung atau melewati darat. Jujur aku sih oke-oke aja, tetapi salah satu teamku tidak mampu karena sudah ketakutan, akhirnya kami memutuskan mengambil jalur darat dan biaya waktu itu untuk satu kepala sekitar 95.000 dan perjalanan di tempuh selama 5 jam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline